Anak sulung Idang Rasjidi yang juga pemain bas untuk band metal, Deadsquad, mengenang kepergian ayahnya lebih dari sekedar keseharian di rumah. Tapi juga kala bersenang-senang tampil di atas panggung musik.
Shadu mengatakan, apa pun yang terjadi, di atas panggung bersama ayahnya, dia akan selalu menjadi anak kecil usia lima tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Manggung barengnya, gue mau main sama siapa pun, begitu main sama beliau, gue kayak anak kecil lagi yang digendong sama dia. Dia ngayom gue. Dia membuat gue jadi keren di atas panggung," kenang Shadu.
"Gue akan selalu kecil di atas panggung. Akan jadi Shadu yang usia lima tahun. Gue akan kehilangan itu sih," lanjutnya lagi sembari tersenyum.
Kenangan lain yang melekat di benaknya adalah betapa kedisiplinan sang ayah jika soal waktu. Dan ternyata, bicara soal waktu, di akhir perjalanan kehidupannya, Idang Rasjidi sedang menyiapkan sebuah film dokumenter yang katanya berjudul 'Bangka'.
"Yang terakhir, dia lagi iseng di rumah bikin film sebetulnya, judulnya Bangka. Bercerita tentang Bangka Belitung. Intinya dua sejoli gitu loh, cuma ya baru setengah jalan, beliau harus pergi," ungkap Shadu.
Target untuk merampungkan proyek terakhir itu sudah disuarakan Shadu. Baginya, film ini akan menjadi penutup dari seluruh rangkaian karya ayahnya.
"Doain ya, maksudnya pastilah mimpi beliau, karya beliau terakhir pastilah kita berpikir harus diselesain deh. Masterpiece beliau sih," sambung Shadu.
Benar, Indonesia memang ditinggalkan salah satu putra terbaiknya di dunia musik. Kehilangan nada-nada dan bunyi-bunyian nyeleneh nan asyik dari atas panggung. Akan tetapi, bukan lantas suara-suara Idang Rasjidi lenyap di telan bumi. Justru makin abadi dalam pita-pita rekaman yang dapat terus didengarkan, tanpa dibatasi ruang waktu dan sekat tempat. Selamat jalan, legenda.
(mif/mau)