Darius Sinathrya berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kunjungan tersebut diniatkan Darius sebagai perjalanan menemukan diri sendiri. Menurutnya, hal itu sungguh sederhana. Meski demikian, banyak orang yang berhenti dalam proses pencarian tersebut.
Kasepuhan Ciptagelar menjadi tempat tujuan dalam mencari keseimbangan hidup. Alasannya adalah Kasepuhan Ciptagelar masih memegang teguh adat dan tradisi dengan bersandar pada budaya pertanian.
"Di sini (Kasepuhan Ciptagelar), padi artinya kehidupan. Sesuatu yang berharga, yang hidup untuk menghidupi," ungkap Darius dalam Kembara Episode 3-Perjalanan Darius Sinathrya, Seimbang yang tayang di kanal YouTube.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setibanya di tempat itu, Darius disambut oleh permainan alat musik tradisional karinding dari salah satu masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, Kang Yoyo Yogasmana. Kasepuhan Ciptagelar dikelilingi persawahan hijau dan dipenuhi udara segar.
Selain berdiri rumah-rumah adat, ada lebih dari 12 ribu lumbung padi berjejer di tempat tersebut. Dalam kunjungannya, Darius juga menemukan leuit alias tempat penyimpanan gabah yang memiliki kemampuan tahan cuaca, tahan hama penyakit, dan memiliki sistem tata udara yang baik.
"Masalah keseimbangan hidup, kita lupa bahwa sekarang kita memiliki tangan kanan dan kiri. Kita hidup di siang dan malam. Kalau tidak naik, ya turun. Kalau enggak ke kanan, ke kiri. Sisi baik, sisi buruk. Sudahkah kita memiliki dua posisi ini?" kata Kang Yoyo Yogasmana.
Kata Kang Yoyo, kasepuhan mengemban misi, yakni dari tempat ke tempat selalu berpindah dan berganti nama kasepuhannya. Ketika dari Ciptarasa dan harus berpindah ke Gunung Karancang, misi perintah dari leluhur menggelarkan titipan tradisi sehingga nama Ciptarasa berganti menjadi Ciptagelar.
Di Kasepuhan Ciptagelar, Darius menemukan keseimbangan hidup antara masyarakat, alam (tanaman padi), dan Sang Pencipta. Manusia hidup karena ada sang pemberi hidup dan sang pemberi hidup itu adalah padi.
Darius menyimpulkan, jika seseorang menjual padi, artinya orang tersebut telah menjual nyawanya. Hal ini, ungkapnya, merupakan bentuk penghargaan tertinggi pada hasil bumi.
"Memegang teguh tradisi dan bertani bukan berarti menolak adanya kemajuan zaman, justru mereka menyeimbangkan porsinya masing-masing antara alam, manusia, dan teknologi. Hidup lebih sering berisi hitam atau putih, kalah atau menang, menyerang atau bertahan," tutur Darius.
Dalam perjalanan di Kasepuhan Ciptagelar, Darius akhirnya menemukan keseimbangan dengan mengenal diri sendiri.
"Bagian terbaik dari mengenal diri sendiri adalah seimbang. Menyeimbangkan semua rasa dan karsa. Mendefinisikan ulang semua pengalaman dan kesempatan yang pernah dan sedang dijalani saat ini," tutur Darius.
Perjalanan ke Ciptagelar membawa Darius menemukan keseimbangan hidup. Bersama Citilink dan Tiket.com, selanjutnya Darius akan menjelajahi Indonesia lebih jauh lagi untuk menemukan sesuatu yang lebih besar dan merasa lebih 'hidup'.
(akn/ega)