Era kekuasaan Soeharto di Indonesia masih menyisakan luka lama bagi sebagian masyarakat. Bagi mereka yang pernah terdampak, luka jiwa dan fisik itu masih berbekas sampai sekarang.
Kepada detikcom, sastrawan Putu Oka Sukanta asal Singaraja, Bali, yang baru saja menerima lifetime achievement di ajang Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2022, menceritakan mengenai salah satu momen dalam hidupnya tersebut.
"Masalah peristiwa 1965 itu kan sangat misterius. Tidak hanya saya atau golongan yang dianggap kiri saja yang kena dampak buruknya. Ini kan masalah bangsa, orang di luar sana banyak yang kena dampaknya, dipenjara tanpa diadili juga mengalami penderitaan," ungkap Putu Oka Sukanta saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putu Oka Sukanta menceritakan pengalamannya saat berbicara di depan umum. Ada banyak korban yang membicarakan persoalan tahun 1965.
"Begitu luas orang yang kena impact dari peristiwa ini, jadi penyelesaiannya agak susah juga yah. Apa yang dari Komnas HAM lakukan, telah bekerja begitu berat, dan kasus tidak selesai-selesai. Saya berpikir gimana ada penguatan empowerment terhadap orang yang berdampak," sambungnya.
Penyembuhan terhadap jiwa, lanjut dia, yang terbilang susah. "Seharusnya ada pemulihan soal ini," katanya.
Putu Oka Sukanta dipenjara saat rezim Orde Baru selama 10 tahun dari 1966 sampai 1976 tanpa adanya proses pengadilan. Dia dianggap sebagai aktivis Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan dibui pada 21 Oktober 1966.
Saat berada di dalam penjara, Putu Oka Sukanta tetap menulis dan belajar teknik akupuntur dari teman sesama tahanan di Salemba. Adalah Lie Tjwan Sien seorang tabib tradisional yang mengajarinya berbagai teknik akupuntur tersebut.
Keluar dari penjara, ia mencoba belajar metode akupuntur dan mendapat sertifikat dari Depkes pada 1978. Selain menulis, Putu Oka juga menerima pasien di rumahnya Jalan Balai Pustaka, kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Dia juga kerap mendapat panggilan untuk melakukan akupuntur.
Tapi karena pandemi COVID-19 menghadang, Putu Oka terpaksa menutup ruang praktiknya.
"Selama 2 tahun terakhir, saya baru 3 kali ke luar rumah, ini yang ketiga kalinya. Saya sangat menjaga jantung saya," tukasnya.
(tia/mau)