Dalam sebuah wawancara, Nawal El Saadawi pernah mengatakan Presiden Anwar Sadat memasukkan dirinya ke dalam bui bersama dengan tahanan pria.
"Di bawah [Presiden lama Hosni] Mubarak, saya telah 'masuk daftar abu-abu'. Meskipun tidak ada perintah resmi yang melarang saya, saya tidak bisa tampil di media nasional - ini adalah aturan tidak tertulis. Tidak ada kesempatan bagi orang-orang seperti saya untuk didengarkan oleh orang-orang," katanya.
Pada 1993, ia pindah ke Carolina Utara, AS dan bekerja untuk sebuah universitas. Pada 2005, ia kembali ke Mesir dan sempat menjadi pembicaraan karena niat mencalonkan diri menjadi presiden namun gagal di tengah jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di 2011, ia pernah turut andil dalam unjuk rasa melawan korupsi yang dilakukan presiden saat ini. Puluhan buku ditulis oleh Nawal El Saadawi, salah satunya adalah novel berjudul Perempuan di Titik Nol.
Novel kenamaan Perempuan di Titik Nol mengisahkan sisi gelap yang dihadapi perempuan-perempuan Mesir di tengah kebudayaan Arab yang kental dengan nilai-nilai patriarki. Ketika perempuan masih mengalami ketimpangan hak dan tidak tidak pernah mendapatkan hak yang sama seperti yang didapatkan laki-laki.
Sepanjang kariernya, Nawal El Saadawi menerima banyak anugerah. Pada 2005, ia dianugerahi Inana International Prize di Belgia. Di 2012, Biro Perdamaian Internasional menganugerahinya Penghargaan Perdamaian Sean MacBride.
Pada 2020, Majalah Time pun menobatkan Nawal El Saadawi dalam daftar 100 Wanita Tahun Ini. Selamat jalan, pejuang kaum perempuan dunia Arab!
Simak Video "Video: Cerita Adi Nugroho Hampir Gagal Pulang ke Indonesia dari Turki"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/dar)