Karya Nh Dini melampaui zaman, novelis 'Pangeran dari Seberang' dikenal sebagai penulis tiga zaman yang eksis berkarier sampai sekarang. Puluhan karya dan aktivitas sosialnya tak pernah menyebut perempuan kelahiran 29 Februari 1936 itu sebagai seorang feminis.
Namun kalau dibaca dari puluhan karya-karyanya, Nh Dini jelas-jelas pro akan perempuan dan kerap membicarakan ketidakadilan gender. Novel perdananya 'Pada Sebuah Kapal' (1973) yang diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya membicarakan tentang perempuan yang melepas nilai pernikahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tokoh Sri dianggap Prof A.Teeuw seperti yang dimuat Berita Buana pada 1973 meenyebut Sri adalah perempuan Jawa yang sederhana. Di kapal itulah, Sri menemukan kebebasan dari kungkungan, kemarahan, kekejaman, dan kekerasan suaminya.
![]() |
Dengan 'La Barka' (1975), Nh Dini mengungkapkan perasaan-perasaan perempuan. Menurut Nh Dini tak ada rahasia antara perempuan dan laki-laki. Keduanya diciptakan untuk saling melengkapi. Dikutip dari Ensiklopedia Kemendikbud, Jakod Sumardjo (1979) menyebut 'La Barka' merupakan lambang dan rasa trauma dari perkawinan yang hancur.
Tonton video: Sosok Nh Dini di Mata Keluarga dan Kerabat
Di novel 'Keberangkatan' (1977), Nh Dini menuliskan rasa cintanya terhadap Indonesia lewat penokohan seorang gadis Indo Elisabeth yang jatuh cinta pada seorang pria Jawa Sukoharjito. Di karya ini, ia kembali dipuji sebagai penulis yang mampu menuliskan detil tokoh perempuan, nasib, dan keinginannya.
Di masa itu, Nh Dini menuliskan hal-hal yang masih menjadi tabu dan belum lumrah di masyarakat. Suaranya sebagai perempuan diperjuangkan hingga lebih dari 20 buku. Di novel 'Dari Parangakik ke Kamboja' (2003), Nh Dini masih mengangkat perilaku seorang suami kepada istrinya.
![]() |
Sebelum aktif menulis, Nh Dini dipersunting diplomat Prancis di Jepang pada 1960 silam, Yves Coffin. Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai dua anak Marie-Claire Lintang (lahir pada 1961) dan Pierre Louis Padang (lahir pada 1967).
![]() |
Setelah berpisah dengan Yves Coffin dan membawa pulang hanya 10 ribu dollar AS, ia bertekad hidup menjadi seorang penulis. Mantan pramugari dan penyiar radio itu memang hidup dari karya-karyanya. Alih-alih memiliki aset pribadi, ia memilih tinggal di panti lansia dan mendirikan pondok baca yang diberi nama Sekayu, Semarang pada 1986.
Nh Dini telah tiada. Ia meninggal di usia 82 tahun karena kecelakaan lalu lintas. Jenazahnya akan dikremasi siang ini di Ambarawa, Jawa Tengah. Mari mengingat Nh Dini seperti kata-kata dalam novelnya, "Kesedihan tidak untuk dipampangkan kepada semua orang. Itu adalah sesuatu yang seharusnya diimpit-impit, diselinapkan di balik lapisan penutup. Karena kesedihan adalah hal yang sangat pribadi, seperti rahasia, harus disembunyikan dari pandang orang lain."
Selama jalan novelis feminis, Nh Dini...
(tia/dar)