"Saya tinggal di Bandung dan Teh Jais Darga di Bali. Selama lebih dari 3 tahun, saya menulis dan merisetnya," tutur Ahda Imran saat jumpa pers di Pondok Indah Golf Club House, Jakarta Selatan, Kamis (12/4/2018).
Di Pulau Dewata pun, Ahda sempat tinggal dan menetap sementara waktu untuk melakukan wawancara dan riset santai. "Saya ngorek-ngorek masa lalunya, lalu transkrip, dan kembali melanjutkan menulis," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama proses penggarapan biografi pula, atas rekomendasi dari Jais, Ahda melakukan riset ke Paris. Di sana dia merasakan langsung suasana proses lelang karya seni.
"Untuk periode Paris, saya harus merasakannya karena seumur hidup belum pernah melihat art auction. Dan itu lelang hebat sekali," kata Ahda.
Dalam biografi 'Jais Darga Namaku', Ahda menekankan buku ini bukan hanya menceritakan kisah inspiratif dari sosok art dealer perempuan pertama di Indonesia saja. Namun juga membicarakan keberanian subyek otonom dari sosok Jais Darga.
Jais Darga pun dinilai Ahda menjaga kedaulatan dirinya sebagai perempuan atas kuasa lelaki. "Bagaimana kehidupan perempuan keras kepala yang sukses dan berhasil di dunia seni rupa dunia."