Dalam Gramedia Writers and Readers Forum, keduanya mengaku sama-sama menyayangi puisi. Saking cintanya, mereka gemar membuat puisi tiada henti.
"Puisi Joko dan puisi saya pasti berbeda bahasanya, maknanya juga berbeda. Tapi itu tetap sastra. Yang terpenting puisi itu tidak untuk dipahami, puisi itu untuk dihayati," tutur Sapardi Djoko Damono di Gedung Perpustakaan Nasional, Minggu (8/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Lantaran nama keduanya sama, Jokpin pun pernah mengalami pengalaman tak terduga. Suatu hari ketika sedang sesi tanda tangan, ada seorang pembaca yang menceritakan dia membeli buku puisinya Jokpin dengan tujuan 'menembak' seorang perempuan.
"Pembacanya bilang dia ditolak sama perempuan gebetannya. Lah wong puisi saya soal celana, sarung, dan burung pantes saja. Mungkin maksudnya dia mau membeli puisinya Joko yang sebelah, tapi malah membeli puisi saya," tutur Jokpin sembari tertawa.
Kiprah Sapardi dan Jokpin memang tak berbarengan. Karya-karya Sapardi sempat booming lalu namanya pernah 'hilang', tak ketahuan karyanya. Baru ketika puisi Sapardi diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU), nama Sapardi booming lagi.
Sedangkan Jokpin baru menerbitkan buku puisi pada 1999 silam lewat kumpulan puisi yang diberi judul 'Celana'. Dari 'Celana' pula, nama Jokpin kian berkibar dan dikenal pembaca.
![]() |
Dari media sosial pula, keduanya tak keberatan jika banyak orang yang mempublikasikan ulang puisi mereka. Atau memakai puisinya sebagai caption dari foto yang diupload. Mereka serentak menjawab senang dengan apresiasi masyarakat seperti itu.
"Nggak usah marah, sayang senang sekali. Rapopo," kata Sapardi.
"Saya nggak masalah. Nggak pernah urusin hal yang sepele. Saya justru terima kasih puisi-puisi saya dibaca. Karena saya tahu puisinya lebih keren daripada yang nulis," timpal Jokpin.
(tia/tia)