Lebih dari tiga dekade berkarya, bagaimana Joko Pinurbo menjaga eksistensi karya puisi yang jenaka?
Usai menghadiri Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF), Joko Pinurbo mengatakan kelucuan dalam puisi-puisinya berasal dari permainan logika. "Maka permainan logika itu yang aku eksplorasi," tuturnya, Jumat (6/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran logika yang diputar balik tersebut, lanjut dia, karya-karyanya pun menjadi bernuansa humor. Namun, pria peraih Khatulistiwa Literary Award lewat buku berjudul 'Kekasihku' itu mengakui puisi-puisinya tetap mengandung perenungan.
"Saya belajar bagaimana membuat humor dan ending, yang tentu saja itu sangat susah sekali," jelas Joko.
Isu yang dibuatkan puisi pun bukan hal yang metafisik dan berada di luar jangkauan pembaca pada umumnya. Joko menuliskan hal-hal biasa, yang remeh, sederhana, dan terkait dengan kehidupan sehari-hari.
"Aku menyadur seperti orang Yogya yang gaya ekspresi bercerita dan unsur humor yang aku selipkan. Bahkan Aan Mansyur pernah memberikan testimoni kalau orang Bugis mungkin nggak bisa menulis dengan sehumor itu, karena kultur di Bugis itu nggak ada," katanya.
"Jadi ya orang menulis dengan kultur masing-masing. Orang Yogya itu ya nyantai. Guyon," tukasnya.
(tia/dar)