Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku Anak

Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku Anak

Andi Abdullah Sururi - detikHot
Selasa, 09 Mei 2017 16:08 WIB
Foto: Andi Sururi
Jakarta - "Saya sudah bercita-cita menjadi seorang ilustrator bahkan sebelum saya tahu kata ilustrator."

Evelline mengeluarkan tiga kotak pensil gambarnya ke atas meja. Kertas putih ukuran lumayan besar sudah menanti di hadapannya. Ia menyusun kotak-kotak itu, memilih-milih pensil mana yang akan pertama kali ia gunakan. Tak ada gelagat ia sedang diburu waktu. Adegan berjalan perlahan. Ia seolah tak terusik dengan hilir-mudik orang-orang di sekelilingnya.

Sejurus kemudian wanita berkulit putih berparas cantik itu mulai menggerak-gerakkan pensil berwarna hitam. Srett... srettt... Evelline menarik sebuah garis lurus tipis, garis lengkung, dan garis-garis yang lain. Wajahnya datar saja, berkonsentrasi tanpa harus mengernyitkan dahi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir sepuluh menit berlalu, sebuah sketsa di kertas putih itu mulai tercipta. Pada saat itulah seseorang berambut pirang menghampirinya, melihat-lihat sebentar, bersedekap, dan akhirnya malah duduk di kursi kosong di sisi meja. Evelline melirik sejenak, melempar senyum kepada orang itu, dan melanjutkan adegan slow motion dengan kertas putih dan pensilnya.

Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku AnakFoto: Andi Sururi

Seorang yang lain datang dan ikut mendekat. Lalu seorang yang lain lagi. Rupanya, apa yang dilakukan Evelline telah menarik sejumlah orang yang lalu-lalang di depan paviliun Indonesia pada Bologna Children's Book Fair 2017 April lalu. Evelline ibarat tukang obat yang mencoba mencuri perhatian orang, tapi ia mempertontonkannya tanpa sepatah kata pun – dan ia berhasil.

Pada titik itu sudah ada dialog. Evelline sesekali menghentikan aktivitasnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penontonnya dengan santai dan berhias senyuman. Sambil mengobrol, ia terus menggambarkan dan tahu-tahu kertas putihnya sudah berwarna-warni.

Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku AnakFoto: Andi Sururi

Evelline Andrya – nama lengkap wanita berusia 32 tahun iniβ€”adalah ilustrator tunggal Indonesia yang mendemonstrasikan kemampuannya pada pameran buku anak terbesar dunia di kota Bologna tersebut. Ia tahu, ketika sebuah ilustrasinya yang dicukil dari bukunya yang berjudul 'The Dancing Folktales' dipilih dan ditampilkan oleh Komite Buku Nasional (KBN) sebagai salah satu "wallpaper" stand Indonesia di Bologna, ia harus ada di sanaβ€”meskipun dengan biaya sendiri.

"Karena ini adalah sebuah kesempatan dan sudah saatnya mencoba (go international). Sebagai ilustrator, kami harus menambah wawasan dan network," ujar ibu dua anak yang bertempat tinggal di Bekasi tersebut.

"Bagi seorang ilustrator, adalah penting untuk memperkaya diri dengan memperhatikan ilustrasi dari negara-negara lain, karena masing-masing berbeda, punya gaya dan karakter berbeda."

Saksikan video 20detik tentang keseruan Evelline Andrya di Bologna:



The Dancing Folktales adalah buku anak pertama yang dihasilkan Evelline, baik cerita maupun ilustrasinya. Buku itu menampilkan dan memaknai sejumlah tarian tradisional Indonesia dalam gambar penuh warna, dengan teks penguat cerita berbahasa Inggris.

"Saya mengerjakan ini dalam dua bulan. Dibawa ke sini (Bologna) masih fresh from the oven, hehehe. Baru cetak dalam jumlah terbatas, karena masih kepingin saya develop lagi visualnya," tuturnya.

"Saya suka menari, pernah belajar tari Jawa. Indonesia punya begitu banyak tarian, dan saya ingin anak-anak kita tahu apa cerita di balik setiap tarian itu. Itu yang melatarbelakangi pembuatan buku Dancing Folktales ini."

Komik Superman di Sabun Batangan

Dunia ilustrasi adalah garis tangan Evelline. Ia sudah memutuskan pilihannya pada dunia yang satu itu bahkan sejak dirinya masih belum mengenal huruf.

"Saya ingin jadi ilustrator sebelum tahu kata ilustrator. Waktu saya kecil, kalau ibu beli sabun batangan, dapat hadiah komik Superman. Saya belum bisa baca, tapi suka sekali lihat gambar-gambarnya. Saya kumpulin komik-komik sabun itu dan ingin bisa bikin kayak begitu," kenang wanita bersuku China-Jawa tersebut.

Bayangkanlah sebuah rumah yang dindingnya penuh dengan coretan, atau kertas-kertas yang tak menyisakan ruang kosong dari "kebuasan" anak-anak yang baru bisa menggambar. Atau ibu yang sering menggerutu karena anaknya lebih rajin melukis ketimbang belajar, tapi kemudian gerutuan itu tak pernah mempan karena sesungguhnya si anak sedang memunculkan getah-getah bakatnya.

Selepas sekolah Evelline kian menggeluti ilmu desain grafis di sebuah kampus di Yogyakarta. Dan ia terus menjelajahi dunianya itu.

"Secara umum, ilmu dari bangku kuliah hanya sebatas dasar. Selebihnya adalah kemauan kita untuk mengeksplor sendiri pilihan-pilihan yang kita ambil," ucapnya.

Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku AnakFoto: Andi Sururi

Sebelum menjadi ilustrator buku anak, karier profesional Evelline banyak dihabiskan di majalah Cosmo Girl. Selama tiga tahun (2007-2010) ia larut sebagai orang "kantoran" dengan tuntutan kreativitas yang tinggi.

"Salah satu tugas saya adalah membuat beberapa ilustrasi yang style-nya berbeda-beda untuk artikel-artikel yang berbeda. Dan pembaca harus mengira itu dibuat oleh orang yang berbeda. Itu tantangan sekali buat saya," paparnya.

Terinspirasi Anak

Kurang lebih tiga tahun bekerja di sebuah penerbitan media, Evelline memutuskan berhenti sebagai orang kantoran setelah menikah. Ia pun melakoni babak baru dengan menjadi pekerja lepas (freelancer), mengerjakan berbagai creative design, dari mulai logo sampai lustrasi buku, baik orderan klien maupun inisiatif sendiri. Ia pernah mengerjakan ilustrasi buku 'I Love You, Mom' yang ditulis oleh Arleen Amidjaja.

"Saya punya banyak waktu untuk mengeksplorasi kemampuan, belajar dari sana-sini. Nah, waktu hamil anak pertama, naluri keibuan saya muncul dan saya ingin membuat ilustrasi buku anak. Saya kepingin anak-anak saya melihat gambar-gambar ibunya."

Itulah yang terjadi ketika Evelline merancang The Dancing Folktales. Dalam proses pengerjaannya, kerap tercipta komunikasi antara ibu dan anak. Si ibu menggambar, si anak "menggerecoki" dengan aneka pertanyaan.

"Hanoman itu siapa, Mah? Ooo, barongsai itu dari China yah. Kok bajunya kayak monyet gitu? Aah, saya senang sekali bercerita kepada anak-anak saya," ucap Evelline sambil tersenyum.

"Saya tahu, meskipun baru satu buku, menjadi ilustrator buku anak adalah dunia saya. Saya ketagihan dan saya mencanangkan tekad membuat buku anak sebanyak-banyaknya dan sekeren-kerennya."


Saya Evelline Andrya, Ilustrator Buku AnakFoto: Andi Sururi

Tantangan Para Ilustrator

Di Bologna detikcom menyaksikan keriangan Evelline tatkala bertemu seorang temannya, sesama ilustrator asal Jepang. Rupanya mereka sudah cukup lama menjalin pertemanan di dunia maya, dan akhirnya bisa bersua di dunia nyata, di sebuah pameran internasional. Ia juga berkenalan dengan banyak koleganya dari berbagai negara.

"Karena membangun jaringan itu sangatlah penting, salah satunya agency. Dari mereka karya-karya kita bisa bisa dipromosikan secara global. Umumnya, klien akan mendatangi para agency sebelum membuat deal dengan ilustrator yang mereka pilih."

Menembus pasar internasional tentu saja bukanlah perkara mudah, karena kompetisinya kelewat tinggi. Namun, nasib baik acapkali datang lewat cara yang "ajaib", sebagaimana dialami Evelline.

"Awalnya saya submit ke beberapa agency di UK (Inggris Raya). Tahu-tahu ada satu agency yang merekomendasikan karya saya ke tempat lain, dan saya diterima oleh Lemonade, juga dari UK. Tapi sampai sekarang saya tidak ingat, siapa yang merekomendasikan saya itu, hehehe," tuturnya.

Lewat Lemonade, Evelline pun memperoleh job internasional pertamanya, yaitu membuat ilustrasi dua halaman buku terbitan Cambridge University.

"Duh, jangan ditanya perasaan dong. Ya pasti seneng banget," selorohnya dengan mata berbinar-binar.

Untuk bisa go-international, ilustrator memang perlu proafktif mencari pasarnya sendiri. Itu sebabnya Evelline tidak ingin "kuper". Ia kerap berpromosi dengan mengikuti event-event komunitas di mana ia bisa "menyusupkan dagangannya", salah satunya They Cook and Draw, sebuah global community bagi ilustrator yang menyukai dunia kuliner.

"Paling tidak, kita bisa menambah jaringan dan menyalurkan hobi selain menggambar. Soalnya saya juga suka memasak, hehehe," ucapnya.

Saat ini Evelline bersama sejumlah koleganya sedang membangun wadah bagi para ilustrator, karena ada banyak yang bisa mereka lakukan untuk mengembangluaskan profesinya.

"Untuk pribadi, saya ingin dilihat sebagai ilustrator buku anak, karena saya suka anak-anak, senang bermain dengan banyak warna."

Evelline juga mengatakan bahwa dirinya sedang mempersiapkan buku baru yang temanya masih diambil dari cerita rakyat Indonesia: Timun Mas. [Kunjungi website-nya di sini]

"Tapi saya memikirkan ending yang berbeda. Jadi, tunggu aja ya" pungkasnya.

Selamat berkarya, Eve.

(a2s/ken)

Hide Ads