Kursi yang disediakan terisi penuh. Tamu undangan diberikan alat penerjemah dalam tiga bahasa yaitu Inggris, Perancis dan Belanda. Tepat pukul 17.00 waktu setempat, Presiden Frankfurt Book Fair, Jeurgen Boss memberikan sambutan. Antusias yang cukup memukau itu memberi semangat baru dalam dunia perbukuan di Indonesia.
"Kalau seperti ini, siapa yang bilang buku akan mati?," kata penulis buku Indonesia, Seno Gumira Ajidarma optimis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Optimisme Seno bukannya tanpa alasan. Eropa yang sudah modern dalam dunia digital, buku masih menjadi pilihan utama mengisi waktu luang. Di Jepang, orang membaca buku di dalam kereta api, bersaing dengan orang membaca smartphone.
"Budaya membaca negara kita masih sangat rendah, nomor dua dari bawah," kata anggota stering commmite Frankfurt Book Fair 2016 Indonesia, Goenawan Mohamad.
Dubes RI untuk Jerman Fauzi Bowo pun mengakui keaktifan Indonesia di FBF menjadikan Indonesia dipandang di Eropa dan dunia. Buku menjadi alat diplomasi budaya, untuk mensejajarkan bangsa Indonesia setara dengan negara maju di belahan dunia lain.
"Dampak kepada kita yang signifikan itu, dengan keikutsertaan di Frankfurt Book Fair ini, di Eropa ini yang paling besar, itu membuat panggung bagi para penulis-penulis muda kita. Memberikan kepada penulis-penulis muda untuk tampil di panggung dunia. Eka Kurniawan salah satunya. Eka salah satu yang fenomenal," ucap Foke, demikian mantan Gubernur DKI Jakarta itu biasa disapa.
Pembukaan yang dimulai pukul 17.00 waktu setempat disudahi pukul 18.30 waktu setempat. Pembukaan diisi dengan sambutan dari Presiden Frankfurt Book Fair Juergen Boos dan diakhiri dengan pembacaan puisi oleh duet Charlotte van den Boreck-Arnon Grunberg. Sepanjang pembukaan, tepuk tangan saling bersahutan sepanjang acara.
(asp/wes)