Papermoon Puppet Theatre punya teknik khusus dalam setiap pertunjukannya. Kelompok teater boneka asal Yogyakarta itu mengadopsi teknik bunraku khas Jepang.
Teknik bunraku memainkan boneka oleh satu atau dua orang pemain teater. Pendiri sekaligus Direktur Artistik Papermoon Puppet Theatre, Maria Tri Sulistyani, mengatakan Papermoon Puppet Theatre secara khusus juga mengadaptasi kuruma ningyo.
"Jadi satu pemain duduk di atas kursi roda kecil dan memainkan boneka untuk sebuah pertunjukan," kata Maria Tri Sulistyani atau akrab disapa Ria, usai pementasan virtual A Bucket a Beetles, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ria menuturkan biasanya di bagian kaki boneka ada tempat untuk menyelipkan bagian kaki pemain teater. Para pemain pun tinggal menggerakkan boneka sesuai alur cerita dan lakon yang dijalankan.
Dalam pertunjukan A Bucket of Beetles, karakter boneka Wehea dimainkan oleh dua pemain Papermoon Puppet Theatre. Pemain tersebut menggerakkan boneka sesuai dengan cerita.
A Bucket of Beetles sukses digelar daring saat pandemi COVID-19, Papermoon Puppet Theatre menampilkan kisah tentang Wehea dan kumbang badak. Wehea merupakan nama yang berasal dari hutan di Kalimantan itu dalam cerita merupakan anak lelaki.
Wehea tinggal di hutan dan berteman baik dengan makhluk-makhluk kecil. Suatu hari, ia mencari kumbang badak yang menyelamatkan hidupnya.
Selain karakter Wehea, para pemain Papermoon Puppet Theatre juga memainkan gerak dari para makhluk kecil yang ada di pertunjukan.
Dalam pertunjukan A Bucket of Beetles, Papermoon Puppet Theatre menggunakan berbagai material yang ada di sekitar studio.
"Semua material pertunjukan diambil dari area sekitar studio, kami nggak boleh membeli apa pun, itu komitmen kami dari awal," kata Ria.
Untuk menyiapkan pertunjukan, mereka membutuhkan satu bulan dan eksekusi set serta visual selama satu minggu lamanya.
(tia/doc)