Si Pelukis 'Mata Hitam' Itu Berpulang...

Obituari

Si Pelukis 'Mata Hitam' Itu Berpulang...

Tia Agnes - detikHot
Jumat, 29 Nov 2019 21:05 WIB
2.

Perjalanan Haru Jeihan Saat Awal Jadi Seniman

Si Pelukis Mata Hitam Itu Berpulang...
Foto: Museum MACAN/ Istimewa

Konsisten berkarier sebagai seniman, bukan cerita yang mudah bagi seorang Jeihan Sukmantoro. Cicadas adalah tempat tinggal Jeihan pada awal kariernya sebagai pelukis.

Awal dekade 1960, Jeihan pindah ke Bandung untuk menempuh pendidikan seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Lima tahun berikutnya, ia tinggal di Cicadas sebuah kawasan timur Bandung yang kala itu terkenal sebagai kota yang padat penduduk dan penuh tindak kriminal ringan.

Masa-masa tinggal di Cicadas diakui Jeihan sangat mengharukan. Pengalaman selama 20 tahun tinggal di Cicadas masih dikenang Jeihan sampai sekarang.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di dekade tersebut, untuk cari makan saja susah. Indonesia berada dalam situasi sosial politik yang tak tentu. Ia juga dikenal sebagai warga yang pertama kali punya televisi pertama di kampung tersebut.

Kisah hidup Jeihan banyak direkam media massa nasional maupun internasional. Sapuan warna hitam yang menutupi mata dalam lukisan menggambarkan keprihatinan sang seniman terhadap masa depan bangsa yang tak menentu.

"Saya selalu berpikiran positif, karena pikiran di samping energi adalah partikel. Dia bisa berwujud dan menguap," katanya.

Kini si pemilik 'mata hitam' itu tutup usia. Hanya ada satu pemilik 'mata hitam' yang bisa melukis obyek mata hitam dan tak ada yang menyaingi seperti Jeihan.

Selain melukis, Jeihan juga membuat karya sastra berupa puisi. Dia lekat dengan gerakan puisi Mbeling. Salah satu puisinya yang berjudul 'Doa' ditulis Jeihan pada 1970-an dan mendapat sambutan yang hangat dari pencinta sastra.

Selamat jalan, Pak Jeihan...

(tia/dar)
Hide Ads