Jakarta -
Teater Mandiri makin menunjukkan taringnya di usia ke-48 tahun. Kelompok teater yang didirikan budayawan dan sastrawan Putu Wijaya itu baru saja menggelar pementasan 'Peace' di tengah kisruh yang berkecamuk di Indonesia.
Pentas berdurasi dua jam lamanya di Graha Bhakti Budaya, kompleks TIM, itu dimulai dengan narator menjelaskan latar belakang digelarnya pentas 'Peace' malam itu. "Kami merayakan 120 tahun Balai Pustaka, 48 tahun Taman Ismail Marzuki, 48 tahun Teater Mandiri," ujar seorang narator ketika berada di atas panggung.
Ketika membacakan cuplikan drama 'Peace', sentilan mengenai demo mahasiswa dilakukan. "Solusinya adalah hidup damai dalam perbedaan. Mari kita sambut lakon 'Peace'," ucap narator.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Layar putih pun terbuka, para karakter berbaris rapi di atas panggung. Putu Wijaya membacakan prolog, "Bukan kebenaran yang utama tapi harmoni. Kebenaran dalam waktu yang tidak tepat akan membuat hidup berdarah-darah."
 Foto: Tia Agnes/ detikHOT |
Lakon dibagi menjadi tiga bagian. Ada realita, konflik, dan kehidupan damai. Jais Darga yang didaulat sebagai bintang tamu utama memainkan monolog panjang. Sebagai seorang perempuan, ia bertanya-tanya tentang perlakuan tak adil terhadap kaum perempuan.
Tiba di bagian kedua adalah permainan drama rumah tangga antara Bapak Ahmad dan istrinya (Uliel El Na'ama). Cerita sederhana khas keluarga Indonesia dimainkan keduanya dengan apik, renyah, dan tuntas mengundang decak tawa.
Ditambah dengan aksi Betty/Nora (Rukoyah) yang tampak enerjik dan penuh warna-warni di kostumnya. Di kemunculan pertama Betty/Nora, penonton tertawa mendengar aksen gaya bicaranya, dan tingkah pembantu bak majikan kaya raya.
Bukan Teater Mandiri namanya kalau bukan menghadirkan bagian monolog panjang dan menyentil kejadian sehari-hari di sekitarnya. Putra Putu Wijaya dan Dewi Pramunawati, Taksu Wijaya, turut memainkan lakon sebagai dirinya sendiri. Seorang anak yang besar di bawah bayang-bayang seorang maestro seni teater.
 Foto: Tia Agnes/ detikHOT |
Selama hampir 30 menit lamanya, Taksu tak kehabisan napas memainkan dialog-dialognya dengan lantang dan tak jemu. Di akhir pementasan, seorang putra yang ikut berteriak di proses demokrasi meski meregang nyawa.
Di pertunjukan terbaru 'Peace', Teater Mandiri sukses menghadirkan pementasan yang lain dari biasanya. Pada akhir pentas, tak lagi nuansa sederhana yang dibawakan namun visual dan permainan lighting ke atas panggung. Tak butuh multimedia hebat untuk membuat decak kagum di 15 menit terakhir pementasan.
"Janganlah bersedih, Indonesia. Kami berdiri di sini menjagamu, Indonesia," ucap Taksu Wijaya di akhir bagiannya.
Halaman Selanjutnya
Halaman