Dongeng Pendek Pengantar Tidur Panjang

Cerita Pendek

Dongeng Pendek Pengantar Tidur Panjang

Aris Rahman P. Putra - detikHot
Minggu, 24 Mar 2019 11:39 WIB
Ilustrasi : M Fakhry Arrizal
Jakarta - Sudah tiga hari semenjak serangan pertama tentara Jerman dilancarkan dan mengakibatkan banyak orang kehilangan sanak saudaranya dengan cara yang mengenaskan. Serangan yang sangat mendadak itu juga berhasil memukul mundur para tentara yang berjaga di beberapa wilayah seperti Poznan, Krakow, dan beberapa wilayah lain dan cukup sukses membuat Polandia porak-poranda.

Di tengah keputus-asaan seluruh masyarakat, seorang gadis kecil bernama Madeline masih bersembunyi di dalam lemari baju di kamarnya. Ia merasa kepanasan sehingga sekujur tubuhnya dipenuhi keringat. Sesekali ia sedikit membuka pintu lemarinya untuk menghirup udara segar sekaligus mengintip, sampai kemudian ia mendengar pintu rumahnya didobrak dan suara orang bersepatu naik ke lantai atas menuju kamarnya.

Madeline menutup rapat pintu lemarinya dan kembali meringkuk dalam kegelapan. Terdengar suara laci dibuka dan suara batuk yang berat. Madeline merasa penasaran dan memutuskan untuk mengintip. Namun sialnya, seorang tentara yang masuk ke kamarnya memergoki Madeline dan membidikkan moncong senapan ke kepalanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Madeline menangis sekeras-kerasnya. Tentara tersebut menurunkan senapannya.

"Apa kau punya air, Nona Kecil?"

Madeline masih menangis dan terlihat begitu ketakutan. Tentara tersebut berpaling meninggalkan Madeline sambil berusaha mencari sesuatu yang bisa diminum dan dimakan.

"Jadi, kau mau di dalam lemari saja dan mati kehabisan napas atau kau mau keluar dan menunjukkan padaku tempat air dan makanan?" kata si tentara.

"Kau tentara yang kasar, jika ayahku masih hidup, ia pasti akan menghajarmu dengan tangan kosong!" bentak Madeline.

"Jadi kau tinggal dengan siapa?"

"Apa urusanmu, Tuan Tentara?" bentak Madeline.

"Biar kuperjelas, Nona Kecil. Aku benar-benar bersimpati denganmu karena barangkali kau sudah sebatang kara. Sekarang yang kubutuhkan adalah air dan makanan, dan jika kau bisa diajak bekerja sama, aku akan menyelamatkanmu. Bagaimana?"

"Annie menyuruhku untuk tidak memercayai siapapun."

"Siapa Annie?"

"Kakakku."

"Di mana dia sekarang?"

"Ia dan ibu sedang mencari bantuan agar kami bisa mengungsi ke rumah Bibi Sandra."

"Mungkin mereka telah menyelamatkan diri dan meninggalkanmu, Nona Kecil."

Madeline keluar dari lemari dan memukul paha si tentara. Si tentara memandangi Madeline yang tingginya tak lebih dari pusarnya sambil tertawa.

"Baiklah, Nona Kecil. Jadi, di manakah kau menyimpan air dan makanan?"

Madeline melunak, ia kemudian mengantar si tentara menuju sebuah meja berwarna krem yang ada di kiri lemari baju. Ia membuka laci di urutan ketiga. Si tentara melongokkan kepala dan melihat ke dalam laci yang ternyata berisi beberapa botol air dan roti. Si tentara dengan cepat mengambil sepotong roti dan memakannya seperti babi yang kelaparan.

"Kau mau, Nona Kecil?" tawar si tentara dengan mulut penuh roti.

"Itu makananku!"

"Tenang, tenang, Nona Kecil," kata si tentara sambil meneguk air. "Sebaiknya kita membawa ini semua, hmm, kau bisa membawa dua potong baju dan dua potong celana dan celana dalam. Apa kau punya ransel, Nona Kecil?"

"Annie menyuruhku untuk tetap di sini sampai ia kembali."

"Begini, Nona Kecil, kita harus segera pergi sebelum...."

"Aku sudah berjanji pada Annie dan ibu untuk tetap menunggu di sini!"

Si tentara terdiam beberapa saat, ia berjalan ke arah jendela dan melihat keadaan di luar. Cahaya matahari telah redup dan gerombolan awan yang sebelumnya menutupi matahari berjalan menjauh seolah membiarkan cahaya matahari terlihat lagi. Di jalan tampak seorang ayah berlari membawa tas di tangan kirinya sambil menggendong anak di pundaknya. Di belakang si ayah ada seorang wanita berlari mengikuti yang kemungkinan besar adalah sang istri. Mereka berlari melewati jalur menuju arah pegunungan bersalju yang sekarang juga tengah dilalui oleh ribuan orang yang sedang terburu-buru. Entah kenapa, tiba-tiba si tentara berharap malam ini akan turun hujan deras.

"Baiklah, kita akan menunggu sampai besok pagi...." kata si tentara kemudian.

Madeline terlihat bahagia.

"Tuan Tentara bisa tidur di kasur Annie sampai Annie dan ibu datang. Kalau Annie marah melihat kasurnya ditiduri oleh orang asing, aku akan menjelaskannya bahwa Tuan Tentara adalah orang baik."

"Bukankah sebelumnya kau bilang aku kasar?"

"Hmm, itu bisa dipertimbangkan nanti, Tuan Tentara."

"Terima kasih banyak, Nona Kecil," kata si tentara sambil tersenyum dan mengusap kepala Madeline. Ia meletakkan senapannya di samping lemari krem dan turun ke bawah untuk menutup pintu yang telah didobraknya.

"Beruntung aku tak sampai merusaknya," batinnya sambil menutup pintu dan kembali lagi ke atas dan duduk di sebelah Madeline .

"Jadi, apa yang biasa kau lakukan untuk membunuh kebosanan?" tanya si tentara.

Madeline berpikir sejenak, "Bagaimana kalau kau menceritakan sesuatu padaku?"

"Aku tidak biasa bercerita," jawab si tentara.

"Sungguh? Apa kau tak pernah mendengar cerita tentang Steiner yang Perkasa, Kisah Robert di Pegunungan Carpathian, atau Seekor Katak dalam Kamar Mandi Kaisar?"

"Istriku mungkin mengetahuinya, ia seorang guru taman kanak-kanak."

"Jadi kau sudah menikah, Tuan Tentara?"

"Sudah, tapi Tuhan baru saja memanggilnya beberapa hari yang lalu."

"Mengapa Tuhan memanggilnya, apakah ia berbuat jahat?"

"Tidak, tidak, ia adalah wanita yang baik. Setiap hari Rabu ia memberi permen pada anak-anak dan di hari Sabtu ia memberi cokelat pada mereka."

"Lalu mengapa Tuhan memanggilnya? Bukankah ia orang baik?"

"Karena beberapa orang membencinya."

"Mengapa ada orang yang membencinya? Tidakkah mereka mengetahui bahwa ia wanita yang suka memberi permen dan cokelat pada anak-anak?"

"Beberapa orang membencinya karena ia suka makan ikan gefilte. Selama ia suka makan ikan gefilte, mereka akan terus membencinya meski ia telah banyak berbuat baik pada anak-anak."

"Ah, semua orang suka makan ikan gefilte. Pada hari-hari tertentu ibu selalu memasaknya dan aku dengan Annie suka memakannya. Mengapa mereka tidak suka dan malah membencinya?"

"Seperti yang kubilang, mereka membenci orang-orang yang suka makan ikan gefilte karena mereka tidak menyukainya."

"Jadi mereka juga membenciku?"

"Ya, mereka membenci kau, Annie, aku, dan semua orang yang suka makan ikan gefilte."

"Lalu, apa yang mereka lakukan pada orang yang suka makan ikan gefilte?"

"Mereka akan melempari orang yang suka makan ikan gefilte dengan kelereng."

"Mengapa mereka begitu jahat?"

"Karena mereka tidak suka makan ikan gefilte dan mereka tidak ingin ada orang yang memakannya."

"Jadi apa yang mereka sukai?"

"Mereka suka daging babi dan minum anggur, juga beberapa makanan lain selain ikan gefilte."

"Ayahku juga suka makan daging babi sesekali dan juga suka ikan gefilte. Ibu beberapa kali memasak daging babi dan aku bersama Annie ikut memakannya, rasanya enak! Tapi di hari biasa ibu lebih banyak memasak sayur-sayuran dan ikan."

"Kau beruntung bisa memiliki keluarga yang bahagia, Nona Kecil."

"Ya, yang paling menyenangkan tentu saat kami bersama-sama memasang pohon cemara di ruang tamu. Saat itu ayah memberikanku boneka rusa dan Annie dibelikan mainan kereta salju. Tapi lima hari kemudian ayah mesti pergi bertugas dan sampai sekarang tak kembali lagi. Kata ibu, Tuhan telah memanggil ayah dan mengajaknya mengunjungi rumah-Nya. Apa istrimu sekarang juga sedang mengunjungi rumah Tuhan?"

"Ya, ia sedang mengunjungi rumah Tuhan."

"Kuharap istrimu bisa bertemu dengan ayah di sana. Percayalah, ayahku adalah seorang yang baik."

"Ya, semoga mereka bisa bertemu." Si tentara kemudian berdiri.

Sementara itu, Madeline berjalan mendekati jendela dan menempelkan wajahnya di kaca. Jalanan di luar benar-benar telah gelap karena hanya beberapa lampu yang masih menyala sedang yang lain telah mati. Tak ada satu orang pun yang terlihat lewat atau berjalan-jalan dan sama sekali tak terlihat juga rumah dengan lampu yang menyala. Meski begitu, ia masih dapat melihat seekor induk kucing bersama dua anaknya di atas sebuah bak sampah berbentuk kotak. Si induk tidur menghadap ke kanan dan kedua anaknya yang masih kecil berebutan meminum air susu. Kucing-kucing itu tampak tak terganggu dengan kekacauan yang terjadi.

"Tuan Tentara, menurutmu apakah rusa bisa terbang?" tanya Madeline kemudian.

"Tidak, tidak ada rusa yang bisa terbang," jawab si tentara.

"Tapi, ayahku pernah bercerita tentang rusa yang terbang dengan menarik sebuah kereta yang dikendarai seorang pria tua yang suka memberi hadiah pada anak kecil yang baik."

"Aku memang pernah mendengarnya, namun tak pernah melihatnya."

"Apa menurutmu ayahku telah berbohong?"

"Bukan begitu, Nona Kecil. Hanya saja aku benar-benar tak pernah melihatnya."

Wajah Madeline berubah sedikit murung, "Tapi aku percaya ayahku tidak berbohong."

"Aku yakin ayahmu adalah seorang ayah yang baik, Nona Kecil. Ia tak mungkin berbohong, hanya saja. mungkin cuma sedikit orang yang bisa melihat rusa itu," hibur si tentara.

Si Madeline tampak bersemangat kembali, "Jadi, apakah aku bisa melihatnya?"

"Mungkin bisa."

"Apakah kau mau mengantarku melihatnya, Tuan Tentara?"

"Tentu, Nona Kecil. Besok pagi-pagi sekali aku akan membawamu ke Pegunungan Carpathian, mungkin kita bisa melihatnya di sana."

Madeline seketika memeluk tubuh si tentara seolah-olah itu adalah ayahnya sendiri.

"Baiklah, Nona Kecil, sebaiknya kau segera pergi tidur karena besok pagi-pagi sekali kita akan pergi melihat rusa terbang," kata si tentara sambil menepuk punggung Madeline.

Madeline mengambil boneka rusa pemberian sang ayah yang ada di di dalam lemari pakaian dan kemudian tertidur sambil memeluknya.

Tak berapa lama, terdengar suara rentetan peluru yang ditembakkan. Si tentara gegas mengambil senapannya, mengecup kening Madeline, lantas menaruh dua pasang cincin yang ia simpan dalam saku bajunya di samping Madeline yang telah pulas. Si tentara turun ke bawah dan membuka pintu, lalu melangkah dengan sedikit airmata menggenang di pelupuk matanya. Tentara Nazi memergokinya dan segera memberondongkan peluru ke kepala dan perutnya dan membuat ia seketika meregang nyawa.

Pada akhirnya, si tentara tak pernah mengetahui bahwa malam ini, Madeline telah bertemu rusa yang diimpikannya; rusa yang terbang di angkasa sambil menarik sebuah kereta yang ditumpangi Annie, ibu, si tentara dan dirinya, di dalam mimpi, dalam lelap yang begitu dalam.

buat Steven Spielberg
(2019)

Aris Rahman P. Putra lahir di Sidoarjo, 12 Juli 1995. Alumni Universitas Airlangga Jurusan Antropologi. Kumpulan cerpennya yang berjudul Riwayat Hidup Sebuah Pistol di Kawasan Mulholland Drive akan terbit dalam waktu dekat

Redaksi menerima kiriman naskah cerpen, tema bebas, disesuaikan dengan karakter detikcom sebagai media massa umum yang dibaca semua kalangan. Panjang naskah sebaiknya tidak lebih dari 9.000 karakter, karya orisinal dan belum pernah diterbitkan di media lain. Kirim ke email mumu@detik.com

(mmu/mmu)

Hide Ads