"Di 'Nyanyi Sunyi Revolusi' kami juga ingin memberikan kejutan dari segi plot. Penonton kami harapnya bisa menonton dan menyusun puzzle yang ada," ujar Iswadi ketika diwawancarai detikHOT, Rabu (30/1/2019).
Tak seperti pertunjukan 'Bunga Penutup Abad' maupun 'Chairil' yang dipentaskan oleh Titimangsa Foundation, di 'Nyanyi Sunyi Revolusi' alurnya akan sedikit berbeda. Teknik non-linier yang diterapkan tim Iswadi Cs, membuat dibuat tak biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun tak takut kalau penonton tidak bakal mengerti.
"Nggak. Tentu saja pertunjukan non-linier tidak akan sejelas linier. Nanti akan jelas pas di panggung nanti, ada perbedaan, mana yang flashback dan mana yang masa sekarang. Mudah-mudahan penonton bisa menikmatinya," tambah Iswadi.
Sampai saat ini persiapan 'Nyanyi Sunyi Revolusi' sudah mencapai 85 persen. Meski sudah H-2 dan ada beberapa hal teknik yang terus dikembangkan, yang terpenting para pemain sudah hapal blocking dan karakterisasi.
"Di latihan masih ada teks yang belum tepat betul. Oh ternyata harus begini, begitu. Itu masih terus kita telaah. Yang penting blocking dan karakterisasi harus dipegang oleh setiap pemain," tandasnya.
'Nyanyi Sunyi Revolusi' merupakan sebuah pementasan teater yang berkisah tentang kiisah hidup Amir Hamzah yang merupakan salah satu keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan yang pada masa Hindia Belanda terletak di Sumatera Timur.
Lewat kumpulan puisinya 'Nyanyi Sunyi' (tahun 1937) dan 'Buah Rindu' (tahun 1941), dalam kesusasteraan Indonesia, nama Amir Hamzah demikian penting. H.B Jassin menyebutnya 'Raja Penyair Pujangga Baru'.
Simak Juga 'Lakon ''Nyanyi Sunyi Revolusi'': Mencintai Negeri Lewat Sosok Amir Hamzah':
(tia/ken)