Lewat pameran 'SSAS/AS/IDEAS: Bale Project Berkolaborasi dengan 20 Seniman' yang dibuka bertepatan dengan perayaan 20 tahun Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) akhir pekan lalu. Energi dan 'sihir' Sunaryo seperti menyerap pada karya-karya mereka.
Ke-20 seniman menampilkan gagasan mengenai materialitas dan performativitas dalam eksplorasi medium yang terinspirasi dari keunikan artistik karya Sunaryo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurator pameran Hendro Wiyanto menuturkan ke-20 seniman diundang yang berkaitan dengan SSAS maupun perupa Sunaryo. "Mereka adalah murid dan teman diskusi. Orang muda yang baru lulus, membantu Pak Naryo mengecor patung dan tidak kalah terkenal dari Pak Naryo," ujar Hendro Wiyanto.
![]() |
Para seniman yang berpartisipasi di antaranya adalah Abdi Karya, Agus Suwage, Arin Sunaryo, Chusin Setiadikara, Hedi Soetardja x Sunaryo, I Made Wiguna Valasara, Irfan Hendrian, Joko Avianto, Maharani Mancanegara, Mella Jaarsma, Patriot Mukmin hingga Windi Apriani.
"Saya ingin mengajak kembali yang mendatangi pameran ini untuk "membaca" maupun mengkritik, di antara 20 seniman ada yang juga yang melampaui bahasa Pak Naryo," katanya.
Yang menarik dari pameran kolektif ini adalah lukisan 'Luruh Hitam dalam Perayaan' hasil kolaborasi Sunaryo bersama Hedi Soetardja asal Desa Jelekong, Bandung bagian selatan. Ia adalah seniman yang pernah mengikuti program residensi tahun ini.
Sunaryo membuka diri terhadap karya yang dibuat Hedi. Ketika dilihat ada ciri khas hitam dan merah ala Sunaryo dari atas permukaan kanvas. Di sisi kiri ada sebuah puisi yang dituliskan Sunaryo dan berbunyi, "Maaf Hedi, gumammu kuredam. Kapan kau tak bergumam lagi?"
Ditemui di Selasar Sunaryo Art Space, Sunaryo mengatakan bakat Hedi yang terbiasa melukis dengan gaya MOOI Indie terlihat sejak berada dalam program residensi.
![]() |
"Saya melihat karyanya dan terus menerus mengajak diskusi. Desa Jelekong terkenal biasa membuat suvenir lukisan bergaya MOOI Indie dan saya ingin membuktikan seniman dari Jelekong bisa menjadi seniman betulan dan membuktikannya," tutur Sunaryo, Minggu (16/9/2018).
Awalnya Hedi yang melukis di atas kanvas lalu dipadukan oleh Sunaryo dengan ciri khasnya. "Saya merasa oh warna ini terlalu banyak, dan ini yang bagus harusnya ditonjolkan. Saya lakukan hal itu," tambah peraih Life Achievement Awards dari Art Stage Jakarta pada 2017 lalu.
Bagi para pecinta seni yang ingin melihat karya-karya 20 seniman bisa dilihat di Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space hingga 4 November 2018.
(tia/nu2)