Di hari pertama, festival yang termasuk program gotong royong kebudayaan dari Kemendikbud ini akan menampilkan bedah buku dan musikalisasi puisi bertema Multatuli. Juga ada penampilan kesenian tradisional seperti Koromong Baduy.
Keesokan harinya, juga ada opera Saidjah-Adinda karya Ananda Sukarlan. Opera tersebut merupakan adaptasi dari tokoh fiksi novel Max Havelaar karya Multatuli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Festival ini untuk mengenalkan Museum Multatuli dan mengenalkan Multatuli," kata Kepala Museum Multatuli Ubaydillah Muctar kepada detikHOT di Lebak, Rabu (5/9/2018).
Penelusuran jejak Multatuli menurut Muchtar akan mengunjungi bekas rumah kediamannya di Rangkasbitung. Sampai saat ini, kediaman tokoh pergerakan antikolonialisme di Lebak tersebut masih utuh dan menjadi cagar budaya.
![]() |
"Masih utuh dan ada di belakang RSUD Ajidarmo. Sekarang dirawat dan menjadi cagar budaya," katanya.
Di samping itu menurutnya akan ada karnaval kerbau di festival ini. Kerbau dipilih karena merupakan alat produksi berharga bagi warga petani Lebak masa kolonial dan menjadi hewan yang identik dalam Max Havelaar.
Sejak dibuka pada setengah tahun lalu, Museum Multatuli menurutnya sudah dikunjungi oleh lebih dari 13 ribu orang. Museum ini jadi kebanggan dan simbol perjuangan antikolonialisme khususnya di Lebak, Banten.
Pihak panitia menurutnya juga mengundang para perwakilan Kedutaan Belanda, Prancis, Jerman dan Korea Selatan. Karena sejak dibuka, museum ini juga jadi magnet para peneliti dari berbagai negara yang datang ke Rangkasbitung.
(bri/tia)