Galeri Nasional Indonesia kembali menggelar pameran seni rupa kontemporer dua tahunan (Biennale) yang dikenal dengan nama 'Manifesto'. Digelar yang ke-6 kalinya, tahun ini ada 61 seniman muda yang berpartisipasi meramaikan.
Kali ini, biennale yang dikuratori oleh A. Sudjud Dartanto dan Citra Smara Dewi mengusung tema 'Multipolar: Seni Rupa 20 Tahun Setelah Reformasi'. Biennale ini tak hanya sebagai gelaran rutin tapi juga mencari bentuk seni rupa baru.
![]() |
"Kami mulai mengerucut pada seniman-seniman kelahiran 1980 sampai 2017. Kami melihat semacam adanya gerakan seni rupa baru di Indonesia saat itu. Tahun-tahun setelah reformasi mencari identitas diri," kata Sudjud Dartanto saat media tour di Galeri Nasional Indonesia, Rabu (2/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melakukan riset ke Bandung dan Jakarta, muncullah 61 seniman. Kami melihat adanya kerangka besar yang bergerak secara multipolar. Masing-masing entitas tidak ada dominasi dari satu gaya," kata Sudjud.
Dari 61 seniman yang berpameran ada 61 karya yang dipajang. Yakni berupa lukisan, patung, keramik, seni instalasi, grafis, fotografi, mural, dan video art. Para seniman yang berpartisipasi berasal dari kota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
![]() |
Karya yang dipamerkan di Gedung A mengenai budaya pop, keseharian masyarakat, spiritual, psikoanalisa, dan lain-lain. Khusus Gedung B adalah karya new media art, dan sosial politik serta lingkungan ada di Gedung D Galeri Nasional Indonesia.
"50 persen karya sebagian besar adalah karya baru yang khusus diciptakan untuk pameran Manifesto ini. Yang menarik adalah banyaknya dampak interaksi media sosial di karya-karya para seniman," tambah Citra Smara Dewi.
Biennale 'Manifesto 6.0' berlangsung hingga 17 Mei 2018 di Gedung A, B, dan D Galeri Nasional Indonesia.