Di pameran tunggalnya Naufal menyoroti dunia kelas menengah dalam beberapa gaya bahasa terutama ironi dan sarkasme. Ia menghadirkan rupa figuratif dan tulisan-tulisan mungil yang spontan.
"Naufal berkata bahwa tawa yang hadir dalam lukisannya mencerminkan tawa dalam sebuah pesta yang dihadiri sosialita, komunitas di mana Naufal seringkali menjadi bagian di dalamnya," ujar kurator pameran Chabib Duta Hapsoro dalam keterangan yang diterima, Senin (23/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Naufal Abshar, Si Pelukis 'Tawa' |
Figur yang dihadirkan Naufal adalah penampakan 'grotesk'. Wajah-wajahnya terdistorsi dalam rupa yang buruk tapi tampil dengan tertawa lebar.
"Rupa yang "grotesk" menandai kritik Naufal pada dunia sosialita di mana para pelakunya memiliki keinginan berlebih untuk eksis dan di saat yang sama haus akan hiburan sehingga berperilaku kurang masuk akal dan berlebihan," lanjut Chabib.
Lulusan Lasalle College of Arts Singapura dan Goldsmith University of London itu telah menggelar sejumlah pameran di Singapura, Yogyakarta, Jakarta, dan Venesia.
Pada 2013, ia meraih juara pertama di kompetisi live painting di Indonesia Arts Festival. Lukisan HAHA yang menjadi ciri khasnya menjelajahi penggabuan antara konsep tawa dan humor yang universal di kebudayaan manusia.
Pameran dibuka pada 27 April 2018 pukul 19.00 di D Gallerie, Jalan Barito I No 3, Kebayoran Baru, Jakarta. Eksibisi berlangsung hingga 27 Mei 2018.
(tia/srs)