Menengok Biennale Jogja 2017, Pertemuan Seniman Indonesia dan Brazil

Menengok Biennale Jogja 2017, Pertemuan Seniman Indonesia dan Brazil

Bagus Kurniawan - detikHot
Sabtu, 04 Nov 2017 14:23 WIB
Foto: Bagus Kurniawa/detikHOT
Jakarta - Sekitar 39 seniman dari Indonesia dan Brazil mengikuti acara Biennale Jogja XIV 2017, yang diselenggarakan di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta.

Agenda seni 2 tahunan ini bertajuk, Biennsale Jogja XIV Equator #4 #IndonesiaMeetBrazil yang akan berlangsung hingga 10 Desember 2017. Tema kali adalah Stage of Hopelessness

Gelara 2 tahun ini, Yogyakarta mengajak seniman dari Brazil. Brazil merupakan garis equator yang terpilih sebagai mitra. Sebelumnya pada tahun 2011 mengajak seniman India untuk berpartisipai. Tahun 2013 dipilih seniman dari kawasan Arab dan dan Nigeria, Afrika pada tahun 2015.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada banyak yang menarik dari karya-karya 27 seniman Indonesia dan 12 seniman asal Brazil itu. Peserta dari Indonesia diantaranya Adi Dharma, Aditya Novali, Arin Sunaryo, Farid Stevy Asta, Roby Dwi Antono, Daniel Lie, Lugas Syllabus, Gatot Pujiarto, Mulyana Mogus, Julian Abraham, Wisnu Auri, Narpati Awangga a.k.a Oomleo, Ngakan Made Ardana, Nurrachmat Widyasena, Patriot Mukmin, Sangkakala, Syaiful Garibaldi, Tattoo Merdeka, Timoteus Anggawan Kusno, Yudha Kusuma Putera a.k.a Fehung, Yunizar, dan Zico Albaiquni dan lain-lain. Seniman dari Brazil diantaranya Lourival Cuquinha, Cinthia Marcelle, Tiago Mata Machado, Virginia de Medeiros, Clara Ianni dll.

Karya pertama masuk ruang pameran di Jl Amri Yahya itu adalah karya Farid Stevy berjudul "Habis Gelap Terbitlah Curhat". Farid mengekspresikan karyanya dengan mural ditembok dalam berbagai dimensi.
Biennale JogjaBiennale Jogja Foto: Bagus Kurniawa/detikHOT

Di sepanjang lorong lantai 1 itu, berbagai tulisan dia ditorehkan di tembok. Dia tidak sedang melukis atau membuat instalasi tapi menulis kata-kata yang tak penting tapi banyak ditemui di berbagai tembok di Yogyakarta. Tulisan berbagai promosi mulai buat skripsi, tesis, alat bantu seks, obat perangsang hingga celotehan yang ada di media sosial.

Beberapa tulisan itu diantaranya, "Jarene setia sampai mati jebul setia sampai kamar mandi tok". Ada lagi "Fotonya cantik ka, tapi lebih cantik pakai hijab". Kemudian ada tulisan "Sex Toys", Obat Perangsang 08990159150". "Kerja superman gaji supermi", "Umroh bareng seleb" dan lain-lain.

Oleh Farid, tulisan-tulisan itu ditulis ulang dalam bentuk yang lebih besar dari ukuran aslinya. Menurut Farid, dirinya senang dan hobi memungut kalimat-kalimat yang tersebar di kota dan kata-kata yang ada di media sosial.

"Saya sengaja memungut kata-kata itu yang sebgaian orang dianggap sampah ke dalam ruangan hingga jadi menarik disimak dan dibaca," katanya.

Ada juga karya Clara Ianni dari Brazil. Karya dia berjudul "Still Lyfe or Study for Vanishing Point. Ada beberapa panel yang ditempel di tembok ruang pameran penuh dengan bekas tembakan pistol dan senapan berbagai kaliber.

Dia ingin mengungkapkan soal kriminalitas yang tinggi, perdagangan senjata, kekerasan militer yang ada di negaranya. Suasana kekerasan hampir sering terjadi di sana yaitu dengan tembok-tembok bekas terkena tembakan.

Sementara itu kurator pameran, Pius Sigit Kuncoro mengatakan Farid ingin menyampaikan pesan bila iklan-iklan kecil itu saat masih berukuran kecil jadi pasal yang tak penting. Namun ketika dibesarkan akan jadi masalah.

"Itu seperti manusia, soal-soal kecil, sepele dibiarkan tapi kalau kemudian sudah membesar baru muncul kekhawatiran," katanya.

(bgs/nu2)

Hide Ads