"Pada waktu Pak Jokowi datang kan dibilang museum ini harus dijaga karena menyimpan warisan budaya. Tidak hanya seni rupa klasik tapi juga modern. Jadi hal itu yang dibawa dan disampaikan," kata putra dari Gunarsa, Gde Artison Andarawata kepada detikHOT di rumah duka, Jl Raya Banda, Banjarengkan, Klungkung, Bali, Senin (11/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Juga mengingatkan kita agar akar budaya kita melalui seni rupa bisa sejajar dengan bangsa asing. Bapak saya selalu ngomongnya begitu, sejajar dengan bangsa asing," ujar Gde Artison.
Pria berusia 42 tahun ini menyatakan I Nyoman Gunarsa juga ingin memberikan pesan kepada para seniman di Indonesia. Pesan tersebut adalah membuat budaya bangsa sendiri sebagai budaya populer.
"Tanggung jawab seniman adalah membawa budaya kita agar sejajar dengan bangsa asing. Masa akar budaya kita yang sudah ribuan tahun tapi budaya populer kita harus impor," ucap Gde Artison.
Baca juga: Ini Makna Lukisan Terakhir Nyoman Gunarsa |
Terkait sosok sang bapak, di mata Gde Artison, seniman yang menutup usia di 73 tahun itu dikenal nasionalis dan idealis. Bagi keluarga, I Nyoman Gunarsa adalah panutan yang selalu ke pasar-pasar hingga berbagai perkampungan hanya untuk menggoreskan kuasnya ke kanvas dan mengabadikan kebudayaan Indonesia.
"Bapak saya itu orangnya nasionalis dan idealis. Bagi kami, bukan sekedar Bapak tapi panutan. Terus terang, saya dari kecil sudah diajar Bapak dan dia kan juga dosen, mengajarkan untuk ke pasar-pasar dan kampung-kampung. Jadi lukisan itu menggambarkan kita orang Indonesia, mencintai tradisi kita sama dengan mencintai bangsa ini," ungkap Gde Artison.
"Bapak kan sering keliling Pulau Jawa dan itu digambar semua sama Bapak. Kita butuh sebuah nasionalisme, jadi itu ditanamkan sama Bapak saya," pungkasnya.
Baca juga: I Nyoman Gunarsa Meninggal karena Pneumonia |