Kisah 'Dawala dan Hilangnya Jimat Kalimasada' di Panggung FTJ 2016

Kisah 'Dawala dan Hilangnya Jimat Kalimasada' di Panggung FTJ 2016

Tia Agnes - detikHot
Rabu, 30 Nov 2016 17:10 WIB
Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Jakarta - Tiga buah baskom berisi air kembang tujuh rupa ditaruh di depan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM). Wewangian kembang tercium dari depan gerbang ruang teater yang dihiaskan ala Rumah Betawi. Tepat pukul 8 malam, dari atas panggung seorang dalang menyanyikan sebuah suluk, yang berisi aturan-aturan dalam syariat Islam.

Tak berapa lama kemudian, para pandawa muncul dengan gelisah. Mereka meributkan gagalnya membangun tempat ibadah "Eka". Jimat Kalimasada yang sakti pun hilang dicuri Mustakaweni. Memanfaatkan kesaktian Bambang Priambada, Srikandi mengutus Arjuna dan Dawala untuk mengambil kembali jimat itu.

Sepanjang dua jam lamanya, Teater eL Na'ma yang dibentuk pada 16 tahun silam, mementaskan lakon tentang 'Dawala dan Hilangnya Jimat Kalimasada' pada Kamis (24/11) lalu. Tak berhenti sampai di pencarian jimat saja, Dawala yang dipercayakan Arjuna justru mengambil jimat sakti dan menggunakannya sesuai dengan nafsunya sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia membangun sebuah kerajaan dan mengajak orang-orang untuk menjadi pengikutnya. Di tengah hiruk pikuk, peperangan antar dua kerajaan, terkuaklah siapa sebenarnya Dawala. Topengnya terbongkar, dan Pandawa kembali bersatu. Mustakaweni yang penuh dendam pun harus berbesar hati dan mengikhlaskan masa lalunya.

Kisah 'Dawala dan Hilangnya Jimat Kalimasada' di Panggung FTJ 2016Foto: Tia Agnes/ detikHOT


Lakon Dawala menjadi sebuah sindiran untuk penguasa yang mudah tergiur dengan kekuasaan, kemewahan, dan materi semata. Simbol "jimat" sebagai perlambang kekuasaan itu sendiri.

Dalang pun bermain sebagai pengait antarcerita sekaligus "sutradara" di atas "sutradara" dalam sebuah lakon pertunjukan. Petuah-petuah bak seorang penasihat menjadikan nilai plus dari karakter dalang, meski di beberapa adegan tempo bicara dalang terkadang cepat di antara pemain lainnya.

Sang sutradara Achmad 'Echo' Chotib mengatakan lakon ini diadaptasi dari naskah Nano Riantiarno. Dalam catatan di katalog pertunjukan disebutkan, pentas ini memanfaatkan ruang di luar panggung dan menciptakan kembali bentuk Wayang Orang Betawi yang terpengaruh oleh teater tradisi Jawa, Sunda, dan dipadukan unsur kekinian.

Kisah 'Dawala dan Hilangnya Jimat Kalimasada' di Panggung FTJ 2016Foto: Tia Agnes/ detikHOT


"Dalam Wayang Betawi, terlihat bagaimana keberagaman mampu menghadirkan sesuatu yang menarik," tulis peraih penghargaan Sutradara Terbaik di FTJS (2014) dan mengantar nama eL Na'ma sebagai predikat Grup Terbaik FTJ di 2003, 2004, dan 2009.

Kelompok teater asal Ciputat ini selalu terbuka melakukan pendekatan artistik dan estetik. Mereka pernah meraih penghargaan Grup Terbaik II Festival Teater Jakarta Selatan (2016), dan Penata Musik Terbaik Festival Teater Jakarta Selatan (2016). Serta menjadi unggulan Monolog Terbaik di ajang Festival Monolog Dramakala di London School of Public Relation Jakarta (2016).

Selain pertunjukan Teater eL Na'ma masih ada pementasan lainnya yang berlangsung hingga 9 Desember mendatang di kompleks TIM, dan sekitarnya. Simak informasi selengkapnya di media sosial @ftjkita.

(tia/mmu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads