"Di luar sana banyak banget festival mural yang gede banget. Di sini untuk bikin project festival mural segede itu kayaknya masih susah," ucapnya di sela-sela pembukaan pameran kolaborasi 'Sama Sama' bareng 22 street artist di Garduhouse Art Space and Gallery.
Simak: Darbotz dan Ironi 'Tiban Meniban' Grafiti
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darbotz mencontohkan festival mural yang baru saja didatanginya di Taiwan bulan lalu. Di sana, festival mural berskala internasional mengundang banyak street artist ternama, dan membuat grafiti tidak hanya di tembok jalanan, tapi juga gedung sekolah dan pemerintahan.
Grafiti 'monster' Darbotz sendiri dibuatnya di bangunan sekolah dasar. "Nggak bisa dibayangkan saya membuatnya di tembok sekolah yang ada 4 lantai. Dan itu diizinkan, pemerintah sana benar-benar mendukung street art," kata Darbotz.
Tak hanya Darbotz, pastinya street artist lainnya ingin 'merusak' tembok tapi dalam artian 'membuat bagus'. "Dirusak tapi jadi lebih bagus lagi dan festival seperti itu yang belum ada!"
Selain itu, terkait persoalan 'ruang' bukan ditandai dengan disediakannya galeri atau tempat untuk membuat grafiti. Karena, street itu tempatnya di jalanan, bukan di galeri-galeri yang keren dan bagus. Kalau pun ada ruang, maka generasi baru mungkin saja akan senang dan mudah mengaksesnya. Namun, bagi Darbotz sendiri setiap street artist harus mencari ruangnya sendiri.
"Karena kebebasan di jalan, sebenarnya kita mencari ruang di jalan, bukan meminta kepada pemerintah. Karena sama aja dengan gambar di jalanan yang kayak advertising, bedanya grafiti dan mural itu digambarnya pakai ego kita, kalau advertising ya brand mereka," pungkasnya.Β
(tia/tia)