Tiga tahun lalu, hadiah tersebut ditingkatkan lagi menjadi $3,3 juta atau sekitar Rp 44 miliar. Bulan ini, pamflet yang berisi imbalan tersebut diketahui disebarluaskan di jalanan-jalanan Iran.
Kantor berita Fars menyebutkan ada 40 pamflet yang diketahui tersebar. "Pamflet menyebutkan imbalannya ditingkatkan $ 600.000 dan ingin menegaskan bahwa aturan fatwa itu masih berlaku," ucap Mansour Amiri, penyelenggara pameran teknologi digital saat mengumumkannya, seperti dilansir dari Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1989 silam, pemimpin Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini mengeluarkan fatwa atau perintah agama untuk membunuh Rushdie. Bukunya 'The Satanic Verses' dikutuk dan dihujat karena dianggap menyerang Islam. Berpidato di radio kala itu, Rushdie dan penerbit bukunya dituduh telah murtad.
Pada 1989, pemerintah Inggris mulai melindungi Rushdie. Setahun berikutnya tepat tanggal 7 Maret, Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris karena masalah ini. Pada 1990, Rushdie menulis esai, mencoba membuktikan ia masih beriman pada Islam. Di tahun 1998, Presiden pro-reformasi Mohammad Khatami menyatakan fatwa tersebut tidak berlaku karena Rushdie tidak bersalah dan telah bersembunyi selama 9 tahun.
Namun, penerus Khomeini Ayatollah Ali Khamenei bersama tiga ulama lainnya masih menyerukan fatwa yang sama pada 2005. Mereka menyerukan pengikutnya untuk tetap membunuh Rushdie dan menambah harga imbalan.
Akibat penerbitan buku ini, sejumlah pihak tak mengalami keberuntungan seperti Rushdie. Penterjemah buku 'The Satanic Verses' ke dalam bahasa Jepang Hitoshi Igarashi tewas ditusuk pada 1991. Sedangkan penerjemah asal Italia, Ettore Capriolo, juga sempat diserang di apartemennya di Milan di tahun yang sama. Namun Capriolo selamat. Di Turki, penerjemah Aziz Nesin berhasil kabur dari upaya pembakaran hotel saat ia menginap. Sementara 33 tamu yang sedang menginap di hotel yang sama tewas terbakar.
Akibat pemberitaan ini, Kementerian Luar Negeri Iran dan agen buku Rushdie tidak mau berkomentar.
(tia/tia)