Salah satunya adalah Diana Kami, seorang seniman yang tinggal bersama putrinya yang berusia 10 tahun. "Saya benar-benar takut dan merasa sendirian saat serangan itu terjadi," katanya.
Lantaran peristiwa yang menewaskan 130 orang itu membuatnya melukis di dinding sepanjang Alibert. Dinding tersebut sering digunakan sebagai kanvas bagi seniman jalanan lokal, yang hanya beberapa langkah dari Le Petit Cambodge dan Le Carillon, dua kafe yang menjadi target serangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi yang dilakukan Kami sontak membuat wali murid lainnya ikut berpartisipasi. Hasilnya adalah sebuah komunitas kreatif bernama 'Dessine-Moi un Bouquet' yang terdiri dari seniman grafiti dan warga setempat.
Seorang ibu mengatakan bahwa dindingnya dijuluki dengan nama 'Le Mur de l'Amour' atau 'dinding cinta'. "Dinding ini menyimbolkan perdamaian dan cinta kasih," ujar pria yang lewat di depannya.
Di dinding tersebut, Kami menciptakan grafiti dengan gambar pepohonan, hutan belantara, dan segala kehidupan di dalamnya. "Di alam, pemburu melindungi dirinya di hutan dan pohon kehidupan dapat melindungi lingkungan," ungkapnya.
(tia/mmu)











































