Β
Dua persoalan tersebut, bisnis dan idealisme, materi dan non-materialisme terus menerus dibicarakan sampai sekarang ini. Namun, industri kreatif Tanah Air terus berkembang dan para pelaku seni mulai 'melek mata' terhadap permasalahan tersebut.
Seni tak bisa dipisahkan dari bisnis atau istilahnya 'artpreneurship'. Gabungan kata 'art' dan 'enterpreneurship' disingkat menjadi 'artpreneurship' adalah konsep yang pertama kali diciptakan oleh kolektor karya-karya maestro seni lukis Tanah Air Hendra Gunawan sekaligus pengusaha, Ir. Ciputra.
Baca Juga: Selain Raden Saleh, Galeri Nasional Singapura Pajang Karya Seniman Indonesia
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Serta pertunjukan yang tak kalah spektakuler dan ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia adalah 'The Sound of Music' pada 6-11 Oktober lalu. Dua pentas broadway itu kian mengukuhkan peran Ciputra Artpreneur di jagat hiburan dan pertunjukan Tanah Air. "Ciputra Artpreneur merupakan platform terhadap upaya pengembangan seni dan entrepreneurship. Pendidikan wirausaha bagi para seniman penting tapi banyak seniman yang belum maksimal menjual karyanya," ujar Presiden Direktur Ciputra Artpreneur, Rina Ciputra Sastrawinata.
![]() |
Ciputra Artpreneur menempati area sekitar 10.000 ribu meter persegi dan didedikasikan untuk seni. Terdiri dari tiga fungsi yakni, galeri, museum, dan teater bertaraf internasional. Ciputra Artpreneur Gallery memiliki luas kurang lebih 1.500 meter persegi dengan fasilitas layar proyeksi massif berukuran 60 x 12 meter. Ruang ini juga memiliki pemandangan lepas kota Jakarta.
Simak: Yuk, Rayakan Imlek 2016 Bareng Fiksimini!
Jauh sebelum dua broadway ternama, 'Jakarta Pagi Ini-Slank The Musical' di Ciputra Artpreneur Theatre menggebrak para Slankers (fans Slank) dan pecinta performing arts untuk datang dan mengunjungi gedung yang berada di pusat perbelanjaan Lotte Shoping Avenue Jakarta.
![]() |
Sang sutradara Mirwan Suwarso punya trik sendiri untuk menjaring persoalan 'artpreneurship'. "Faktor bisnis adalah hal yang harus diperhatikan dalam industri teater dan film. Ada dua hal yang menjadi persoalan penting," katanya belum lama ini.
Pertama, biaya dalam pembuatan suatu karya harus dipikirkan matang-matang jauh sebelum proses latihan dimulai oleh para pemain. Kedua, strategi marketing yang biasanya luput digarap oleh tim produksi dan manajemen sebuah pementasan.
"Contohnya saja pas tahun 2013, saya memasukkan para pemain baru dari luar negeri di 'Hanoman' dan berhasil menggaet para penonton muda yang suka dengan berbau Barat," kata sutradara teater 'Gatotkaca Jadi Raya' (2011) dan 'Gatotkaca Kembar' (2012) yang diperankan oleh Titi DJ dan Tora Sudiro.
Selain itu semua, dia menyarankan agar tim produksi dan manajemen tidak bergantung terhadap sponsor, pengiklan, maupun pihak ketiga pementasan. "Harus mandiri! Produser muda jangan bergantung pada bantuan lainnya. Lebih mandiri!" tegasnya.
![]() |
Persoalan 'artpreneurship' pun diakui pentingnya oleh istri pendiri Teater Koma, Ratna Riantiarno. Sepanjang 39 tahun usia kelompok teater tertua di Indonesia itu Ratna bersama suaminya tetap berusaha memikirkan tentang bisnis. 'Artpreneurship' tidak boleh luput dari Koma.
"Kami tetap memikirkan bagaimana produksi ini berjalan setiap tahun dua kali pementasan. Kalau dulu door to door, kami tawarkan tiketnya, sekarang kami promokan lebih gencar. Kami datangi para sponsor dan bagaimana pun para pemain Teater Koma harus kami bayar meski nggak seberapa," tuturnya kepada detikHOT.
(tia/mmu)















































