Ditemui di Sanggar Teater Populer, Jalan Kebon Pala 1 Tanah Abang, Jakarta Pusat, Slamet pernah menjadi dosen tamu di Monash University. "Saya membawa teori yang saya dapatkan di Teater Populer. Bagaimana caranya mengolah suara," ucapnya, Rabu (4/11/2015).
Latihan olah suara yang dimaksud Slamet bukanlah lafal Alfabet yang biasa diucapkan, tapi justru huruf-huruf Hijaiyah. Dari alif, lam, jim, kha, kho sampai ya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Slamet juga mengajarkan konsep 'gong' yang juga dipakai oleh Jackie Chan dalam ilmu bela diri. "Inilah yang biasa kami kerjakan dengan Pak Teguh, saya menambahkannya dengan sedikit metodologi karena saya juga akademisi," kata pria yang terpilih sebagai aktor terbaik dalam FFI 1975 ini.
Ketika Teguh mencapai usia senja, Slamet terkenang akan permintaan terakhir dari gurunya. Kala itu, dia diminta menuliskan nama Teguh Karya di atas sebuah batu nisan. Sambil mengelak dan berceloteh, Slamet mengatakan dirinya bukan tukang nisan.
"Emang gue tukang nisan! Kalau mau dibikinin biar anak-anaknya yang berkreasi. Inilah yang disebug grafiti Teguh karya. Saya, Niniek, Eros Djarot, atau Nano-lah yang jadi grafiti Pak Teguh dan Teater Populer," pungkasnya.
Sampai sekarang, di antara kesibukannya mengajar dan akting, sepeninggalnya Teguh Karya, dia dipercaya meneruskan tradisi Sanggar Teater Populer.
(tia/ron)