Otoritas Selandia Baru baru saja memutuskan untuk mencabut larangan distribusi novel 'Into the River'. Buku yang pernah meraih penghargaan New Zealand Post-Children's Book 2013 ini disensor karena mengandung isu rasisme dan penggunaan narkoba di lingkungan anak-anak dan remaja.
'Into the River' menjadi larangan pertama setelah Undang-Undang Selandia Baru disahkan pada 1993. Aturan ini disahkan untuk mengatur regulasi dari film dan industri penerbitan Selandia Baru.
Buku genre anak-anak tersebut menceritakan seorang anak Maori yang menghadapi intimidasi dan rasisme. Tapi di dalamnya juga terdapat deskripsi tentang penggunaan narkoba, dan istilah ofensif untuk alat kelamin perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sang penulis Ted Dawe senang dengan keputusan dari Film and Literature Board of Review telah mencabut larangannya. "Ini memulihkan nama saya di ranah sastra Selandia Baru," ungkapnya dilansir dari BBC, Jumat (16/10/2015).
Penerbit dari 'Into the River', Penguin Random House mengatakan keputusannya merupakan kemenangan bagi kebebasan berekspresi. Serta penulis punya hak untuk menulis isu-isu sosial yang menantang anak muda untuk menerbitkan karya berkualitas.
Dawe mengatakan bukunya mencerminkan realitas kehidupan remaja. "Tapi sangat menyeramkan karena bukunya dilarang atau disensor. Seperti buku Fifty Shades of Grey saja yang semuanya penuh dengan istilah seks," tuturnya.
Kemarahan Dawe juga terjadi di banyak penulis lainnya. Mereka menganggap keputusan dewan sensor tentang pelarangan tersebut sebagai 'berat tangan dan kejam'.
(tia/ron)











































