Srihadi Soedarsono Melintas Zaman

Srihadi Soedarsono Melintas Zaman

Silvia Galikano - detikHot
Rabu, 23 Sep 2015 13:45 WIB
Jakarta - Maestro lukis ini “selamat” melewati dua kutub magnet seni rupa paling kuat di masanya. Respek yang demikian tinggi dia berikan kepada Ali Sadikin, yang pernah menyita karya lukisnya.

Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (periode 1966-1977) pernah berang kepada Srihadi, 74 tahun. Lukisan berjudul Air Mancar (1973) sudah digantung di paviliun DKI di TMII untuk pameran bertema “Jakarta”, yang akan diresmikan Presiden Soeharto petang harinya.

Ali Sadikin merasa tersinggung begitu melihat lukisan itu, mempertanyakan bagaimana image Jakarta sebagai ibu kota demikian semrawut. Apalagi waktu itu mendekati datangnya Perdana Menteri Jepang Tanaka, yang akan mengadakan kerja sama ekonomi dengan Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bang Ali ingin Srihadi menggambarkan Jakarta yang bagus, bersih, bukan yang penuh spanduk bertuliskan merek-merek Jepang, meski demikianlah adanya saat itu. Reklame Jepang terpasang di mana-mana: di gedung tertinggi, di Hotel Indonesia (HI), di depan air mancur HI. Semua merek produksi Jepang ada. Tanaka berada di Jakarta pada 14-17 Januari 1974, yang memicu peristiwa Malari.

Pelukis Srihadi Soedarsono menuturkan peristiwa penting di karier melukisnya itu dalam “Ceramah Salihara: Saya dan Seni Lukis Indonesia” di Teater Salihara, Selasa 15 September 2015. Selama dua jam, maestro pelukis Indonesia itu bercerita tentang awal mula dia melukis, dunia tentara yang pernah beberapa waktu dia geluti, perkenalannya dengan Sudjojono, serta bagaimana dia menyikapi gonjang-ganjing dunia seni rupa.

Ada banyak cerita yang belum pernah terungkap, termasuk karya yang tersembunyi dari arus utama seni rupa Indonesia, misalnya karya yang dibuat semasa revolusi kemerdekaan. Srihadi juga dikenal sangat jarang bicara kepada publik, termasuk kepada murid-muridnya di Institut Teknologi Bandung.

Berita selengkapnya di Majalah Detik edisi 199!




(tia/tia)

Hide Ads