Eldwin Pradipta geram. Barang seni bernilai tinggi tersebut bisa saja menjadi tak ada harga. "Saya mendapatkan topeng-topeng ini juga dari tempat yang biasa saja. Artinya karya seni ini menjadi mudah didapatkan dan bebas diperjualbelikan untuk oleh-oleh," katanya kepada detikHOT ketika ditemui di Art 1 Gallery, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Baca Juga: 'Nelson Tansu', Buku tentang Anak Medan yang Jadi Profesor di Amerika
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suvenir turis juga menjadi contoh reproduksi simbol kebudayaan yang kemudian dijual tanpa disertai pemahaman atas makna yang dibelinya," kata pemenang 'Young Artist Award' di ART|JOG|14.
Lantaran hal tersebut, Eldwin menggunakan topeng-topeng Bali dan teknik proyeksi video mapping untuk menyimbolkan kelunturan nilai budaya. "Padahal topeng Bali ini nilai sakral, lho," tuturnya.
Baca: Spektakuler! Seni Instalasi 100 Ribu Balon di Tengah Pasar
Karya-karyanya sudah ditampilkan di kancah internasional seperti 'No Worries: Halal Indonesian Art' di Galerie Vanessa Quang, Prancis. Lalu, 'On Painting_neun: NATHALIE KOGER: Motiv', Pinacoteca Gallery, Vienna, Austria dan 'LOOP Festival', La Virreina Centre, Barcelona, Spanyol.
Ia juga pernah diundang sebagai pembicara di 'Eunoia-A Video Mapping Workshop' di INAICTA 2013, Jakarta Convention Centre, Jakarta.
(tia/ron)











































