Pangeran Diponegoro duduk dengan pelukis dirinya saat ditangkap tentara Belanda, Raden Saleh. Ia mengenakan busana seperti gambaran umum selama ini: serba putih lengkap dengan sorban penutup kepala. Sebilah keris terselip di sabuk berwarna emas yang melingkar di perutnya. Keris itu diselipkan di depan. Sementara, Raden Saleh memakai blankon, kontras dengan busana ala Belandanya yang gagah. Semacam kalung medali tergantung di lehernya.
Pertemuan itu terjadi di salah satu lukisan yang dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran bertajuk 'Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa' itu dibuka sejak 6 Februari lalu. Pameran tersebut telah menarik perhatian publik. Terutama pada akhir pekan, pengunjung --yang umumnya dari kalangan anak-anak muda-- membludak sehingga harus dibuat bergiliran.
Diponegoro memang merupakan sosok "superstar" dalam sejarah bangsa ini. Rasanya tak ada nama pahlawan yang popularitasnya setinggi tokoh pengobar perang Jawa pada 1825-1830 itu. Bahkan, saking populernya, angka tahun berlangsungnya perang yang dipimpin Diponegoro tersebut dihapal di luar kepala, hingga melahirkan sebuah parodi. Bahwa, Perang Diponegoro berlangsung di waktu Maghrib. Angka tahun 1825-1830 diplesetkan menjadi angka pukul 18.25 - 18.30 yang merujuk pada waktu pelaksaan salat Maghrib bagi kaum muslim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, yang mengejutkan pernak-pernik kecil "di luar seni" yang merekam sosok Diponegoro tak luput dari kuratorial yang dikerjakan oleh Dr. Werner Kraus, Jim Supangkat dan Dr. Peter Carey. Maka, jangan kaget bila di pameran ini Anda akan menemukan gambar Pangeran Diponegoro yang pernah Anda jumpai di waktu kecil dulu, sebagai mainan gambar umbul ataupun stiker tempel. Siapakah pencipta karya-karya itu? Sayangnya tidak diketahui.
Pameran ini seolah menyadarkan kembali bahwa sosok Diponegoro selama ini memang tak pernah lepas dari kehidupan. Diponegoro hadir dalam puisi (yang paling terkenal tentu dari Chairil Anwar), mata uang hingga cover story Majalah National Geographic edisi Indonesia. Seniman Sardono W Kusumo pernah mengangkatnya dalam sebuah repertoar tari berjudul 'Opera Diponegoro'. Sang pahlawan nasional juga bisa dijumpai dalam bentuk karakter wayang kulit hingga motif di atas kain batik.
Kunjungilah pameran yang digelar hingga 8 Maret (masih lama!) tersebut bersama seluruh keluarga, sepupu dan keponakan, teman-teman dan pacar. Apalagi besok, Kamis (19/2) tanggal merah, liburan Tahun Baru Imlek. Selain mengakrabi kembali sosok seorang pangeran Jawa yang hampir membuat pemerintah kolonial Belanda bangkrut karena perang yang dikobarkannya, di pameran ini Anda sekaligus akan bernostalgia, belajar kembali dan tentu saja menemukan tafsir-tafsir mutakhir yang mengantarkan pada fantasi, imajinasi dan inspirasi baru.
(mmu/mmu)