Sayangnya, benda pusaka jubah putih tersebut batal dipamerkan di pameran 'Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh Hingga Kini' di Galeri Nasional yang dibuka semalam, dan akan digelar hingga 8 Maret 2015.
Padahal rencananya, jubah yang berada di Museum Kamar Pengabadian Pangeran Diponegoro yang terletak di kompleks Kantor Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kota dan Kabupaten Wilayah (Bakorwil) II, Kota Magelang akan ikut tampil di Jakarta. Bersamaan dengan pelana kuda yang disimpan selama ini di Museum Nasional dan tombak Diponegoro yang digunakan ketika berperang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah berusaha meminta ijin kepada pihak Bakorwil Magelang dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sampai beberapa hari lalu saat jumpa pers kepada media, kami masih mengusahakan peminjamannya," katanya di Galeri Nasional, semalam.
Jubah yang sudah tua tersebut menjadi alasan dari batalnya dipamerkan ke Jakarta. Padahal kurator sekaligus sejarawan Inggris Peter Carey sudah meminta ijin langsung kepada Ganjar.
Menurutnya, ada beberapa syarat yang diajukan seperti soal keamanan benda pusaka dan perjanjian detail tentang garansi keamanan dan risiko kerusakan. "Kami tahu itu dan bernegoisasi dengan syarat-syarat itu juga," kata Peter.
Baca Juga: Heri Dono Bikin Lukisan Diponegoro Nangkring di Atap
Jubah tersebut diakuinya memang sudah sangat tua dan rentan lapuk. Di Magelang sendiri, jubah Diponegoro ditaruh di dalam lemari antik. Dalam sejarah, jubah Diponegoro selalu dipakai selama Perang Jawa dari 20 Juli 1825. Busana tersebut diusulkan oleh penasihat Arabnya, Syeh Ahmad al-Ansari yang berasal dari Jeddah.
Saat terjadi penyergapan oleh Mayor A.V. Michiels di wilayah pegunungan Gowong pada 11 November 1829, jubah tersebut disita. Usai perang, jubah dengan tepi brokat yang konon dijahit oleh gundik Tiongkok, disimpan oleh putera menantunya Basah Mertonegoro. Selama seabad, keluarganya yang menyimpan.
Baru di tahun 1970-an, pusaka itu dipinjamkan secara permanen kepada pihak Bakorwil II Magelang. Di ruang pamer Magelang, banyak pengunjung yang kerap menarik sejumput sutra untuk disimpan sebagai jimat. Sehingga terdapat tambalan di bagian bawahnya karena terlalu banyak diambil secara ilegal.
(tia/mmu)