Seorang ibu berpakaian serba hitam naik ke atas panggung. Matanya tampak sendu dan bicaranya bagai tercekat.
"Nama saya Maria Catarina. Ibu dari Benardinus Realino Norma atau dikenal Wawan. Wawan kuliah di Universitas Atmajaya jurusan ekonomi akuntansi. Hanya sampai semester 5. Kuliahnya berhenti 16 tahun lalu. Jumat, 13 Desember 1998. 16 tahun lalu di tengah arus demonstrasi dan menuntut turunnya Soeharto, ia membantu tim relawan," ucap ibu dari Wawan di atas panggung Teater Jakarta, TIM, Kamis (11/12/2014) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sembari pembacaan narasi oleh Maria, satu per satu para penari menjahit kain putih di atas panggung. Bentuknya seperti labirin yang saling berkaitan dan tak ada habisnya. Mungkin, keadilan bagi korban '98 seperti simbol labirin yang dipentaskan.

Sepenggal kisah Maria bersama orang tua dari kasus '98 lainnya menjadi salah satu aksi teatrikal dalam pertunjukan opera tari 'Gandari'. Pentas ini merupakan sebuah epik dari kisah 'Mahabharata' yang digelar pada 12-13 Desember 2014 di Teater Jakarta, TIM.
Karya kolaborasi dari seniman Indonesia, Jepang, dan Eropa ini diselenggarakan oleh Yayasan Taut Seni didukung Djarum Apresiasi Budaya. Sang sutradara, Yudi Ahmad Tajudin mengatakan pementasan ini berdasarkan puisi 'Gandari' karya Goenawan Mohamad. Ia pula yang mempunyai ide untuk menyelipkan kisah kasus '98.
"Kisah ibu dari Kurawa dibagi dalam empat babak dan menampilkan musik baru karya Tony Prabowo. Kenapa ada cerita '98? Karena cerita Gandari hampir mirip dengan Bu Maria dan orang tua lainnya," ungkap Yudi.
Pementasan opera tari 'Gandari' dilihat sebagai kisah kesetiaan dan pengabdian seorang perempuan. Ia dikenal sebagai ibu dari seratus ksatria Kurawa dan istri Destarata. Pentas ini menggabungkan seni sastra, musik kontemporer, tari, dan tata rupa. Serta menampilkan tari garapan koreografer terkemuka Jepang, Akiko Kitamura.
Keenam penari di atas panggung adalah penari terbaik yang dimiliki Indonesia-Jepang. Mereka adalah Danang Pamungkas, Rianto, Kana Ote, Yuki Nishiyama, Llon Kawai, dan Luluk Arie Prasetyo.
Sedangkan puisi 'Gandari' dinyanyikan oleh solois asal Belanda Jatrien Baerts, narator Sita Nursanti dan Landung Simatupang. Pentas ini juga diiringi paduan suara oleh Batavia Madrigal Singers. Dan orkestra oleh AskoISchonberg-Slagwerk Den Haag asal Belanda dan dikonduktornya, Bas Wiegers.
Tak ketinggalan seniman Teguh Ostenrik ikut dalam tata panggung, seniman video Taba Sanchabakhtiar dan desainer kostum Chitra Subiyakto.
(tia/ron)