Di belakangnya terdapat ranjang logam seperti di rumah sakit. Tirai-tirai berwarna putih menghiasi setting pementasan tersebut. Ia menari lemah gemulai hingga di akhir pertunjukan, penutup kepala dilepaskannya.
Ranjang logam tersebut diangkatnya hingga dalam posisi berdiri. Ia mengerang kesakitan. Ternyata penari tersebut sedang dalam keadaan hamil. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Sampai sebuah teriakan wanita melahirkan pun menutup pertunjukan itu dan riuh tepuk tangan membahana di Galnas semalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ine adalah penari yang mampu menciptakan musiknya sendiri lewat gesekan tubuhnya, juga bunyi-bunyian pada properti yang digunakan pada setiap pertunjukan. Terkadang, Ine bisa tiba-tiba menembang di tengah pementasan.
Menurutnya, menjadi hamil bukan hukum alam yang terberi (given) yang berlangsung secara alamiah begitu saja. "Tapi hamil juga adalah sebuah kebudayaan atau culture," ujarnya usai pementasan semalam.
Ine menceritakan ketika ia sedang meriset untuk tarian ini, ia sampai membawa perut hamil palsu ke mana-mana. "Saya mendatangi rumah bersalin, merasakan bagaimana sesorang hamil dan bawa anak dalam kandungannya," kata Ine.
Ine Arini bukan hanya seorang penari tapi juga aktris. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinannya bahwa "aku menari untuk Tuhanku". Sebelumnya pada event annual komunitas seni Jeprut di Bandung beberapa waktu lalu, ia juga tampil menari bertajuk 'Beri Kami Paru-paru Bukan Mall' di bekas reruntuhan gedung Palaguna, Bandung, Jawa Barat.
(tia/tia)











































