Greng. Kata ini sering dilontarkan pelukis kelahiran Kutoarjo, Jawa Tengah, Widayat kepada kawan-kawannya maupun kolektor. Termasuk terhadap Oei Hong Djien.
"Haji Widayat selalu ngomong kata 'Greng' untuk menilai sebuah lukisan," kata pendiri Museum Oei Hong Djien, di Museum Widayat, Magelang, Sabtu akhir pekan lalu (26/4/2014).
Greng itu artinya seseorang bisa merasakan lukisan tersebut terdapat nilai, pesan, maupun bagus atau tidaknya. Namun, siapa saja mampu menilainya sesuai dengan kadar 'greng'-nya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di museum tersebut terdapat 40an perupa yang mengikuti eksibisi. Mereka mengapresikan karyanya bagi pelukis dekoratif, Widayat.
"Greng dalam setiap galeri seni tentunya berbeda-beda. Misalnya, di galeri ini greng menurutnya adalah seniman-seniman muda yang kelahiran 1980an," kata Deddy.
Namun, kata mantan redaktur seni di media massa nasional ini, bisa jadi 'greng' akan berbeda dirasakan oleh galeri lainnya.
"Jadi kami menyerahkan kepada mereka semua pemahaman mengenai 'greng'," katanya. Termasuk terhadap pameran yang digelar di Limanjawi Art House, Wanurejo, Magelang. Di sana mengambil subtema 'The Power of Culture'.
Menurutnya, pameran bersama ini mengambil makna dan pesan terhadap kebudayaan Indonesia yang berasal dari 'seremoni'. Hubungan antara manusia dan alam semestanya.
"Bisa jadi greng menurut Limanjawi adalah yang seperti itu. Tapi nanti beda lagi dengan karya tunggal saya di Tuksongo Art House yang semuanya serba dimaknai apel," kata Deddy.
(tia/utw)