Pria bernama lengkap Syamsudin Ilyas ini, bercerita bagaimana ia terpikir mengangkat sosok kuat kapal Pinisi dalam mengarungi samudra sebagai fokus bagi esei fotonya.
"Karena dalam diri saya juga mengalir darah pelaut, orang tua saya dari Makasar. Lalu ketika saya ke Sunda Kelapa, saya tertarik saat pertama melihat ini," jelasnya kepada detikHOT (12/04/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini banyak orang yang mengangkat tentang Pinisi saat masa pembuatan, atau ketika mereka bersandar di pelabuhan. Tapi belum ada yang menangkap hiruk-pikuk nelayan di tengah lautan."
Pria berusia 28 tahun ini sudah membulatkan tekadnya untuk mendokumentasikan Pinisi dan aktifitas di dalamnya. Namun, ternyata tak mudah pula baginya untuk bisa ikut merasakan perjalanan di kapal khas Indonesia ini.
"Pendekatannya sulit sekali, saya sudah tiga kali ditolak. Sudah pernah dapat izin dari Syah Bandar dan kapten, tapi pemilik kapal menolak. Karena ia tak mau ambil risiko," jelasnya.
Tapi akhirnya usaha gigihnya berbuah manis, ia pun berangkat melaut di atas kapal yang sudah ada sejak abad 8 ini. Dua puluh hari ia lalui bersama awak kapal lainnya, dari Jakarta ke Pontianak hingga kembali ke Jakarta.
"Di sini saya sangat merasakan kekompakan awak kapal. Enggak ada kepanikan saat mereka sedang menghadapi badai. Semua mereka jalani, mereka melalui kehidupan di laut yang penuh halangan dan rintangan."
Dalam pengelihatan dan interaksinya bersama para penakluk samudera ini, Ilyas melihat bahwa badai dan gejolak ombak besar itu merupakan sahabatnya. Sudah mendarah daging dalam dirinya.
Ilyas pun berbagi kisah, ada pelajaran berharga yang ia petik dari para pelaut ini. "Waktu itu ketika saya sudah sampai di Laut Cina Selatan, saya ingin memotret dari ujung anjungan. Tiba-tiba kepala kamar mesin di kapal, menyapa saya dan bilang inilah surganya para pelaut," jelasnya.
Yang Ilyas tangkap dari omongan singkat itu adalah untuk menikmati dan menghadapi tiap gejolak yang ada di laut, karena ini sebenarnya sama dengan bentuk kehidupan itu sendiri. "Jalanin, jangan mundur! Hadapi! Seberapa besar rintangan yang kamu hadapi dalam kehidupan, anggap ini sebagai surga untukmu."
Perlu diketahui, nasib kapal semi-tradisional seperti Pinisi ini menurut Ilyas, nasibnya sudah diujung tanduk. Dalam esei fotonya, ia berharap kita kembali mengingat sejarah. Karena kapal ini, merupakan salah satu saksi sejarah, termasuk pada era kemerdekaan Indonesia dulu.
(ass/utw)











































