Tibalah kita di salah satu Gereja tua di kota ini, Gereja Ayam. Bangunan ini tepatnya berada di Jl. H. Samanhudi, No. 12 Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Pendeta di Gereja ini menyambut dengan raut ramah, meski tengah sibuk mempersiapkan acara Natal yang akan segera tiba. Namanya Pendeta Andriano Wangkay, S.Th.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pada tahun 1903, di dekat kapel, masih dalam komplek yang sama dibangun sebuah tempat penampungan untuk orang jompo.
Sebagian besar orang yang ditampung beribadah di kapel itu dan dampaknya kapasitas kapel tak mampu lagi menampung semua jemaatnya. Maka pada 1913 peletakkan batu pertama Gereja Ayam dilakukan, dengan tanah seluas 2883 meter persegi.
"Pada kerusuhan tahun 1998, Gereja kami pernah dibakar dan dirusak oleh massa. Baru saat itu bangunan ini di rehab oleh TNI, dalam artian dicat," jelas Pendeta Andriano kepada detikHOT (22/12/2013).
Ya tampaknya saat itu Gereja Ayam tak mengalami kerusakan parah. Pasalnya tembok dari bangunan gereja tua ini sangat tebal dan kokoh. Mengapa? Menurut sejarah yang dituturkan oleh Pendeta Andriano, gereja ini juga pernah berfungsi sebagai benteng saat masa pendudukan Belanda.
"Di bangunan ini ada dua menara, karena ini sekaligus jadi menara jaga atau menara intai terhadap musuh. Makanya dinding gereja ini tebal sekali, mau ditabrak traktor belum tentu tembus, karena fungsinya sekaligus menjadi benteng. Dan ada dua pintu yang dibuat dua lapis dengan sebuah selasar, ini karena sisi pengamanannya."
Namun dari sisi filosofis bangunan, sang Pendeta menjelaskan bahwa adanya dua menara dan satu kubah, jika dilihat dari eksterior bangunan ini melambangkan sikap orang berdoa. Pada salah satu jendela yang dipatri disini, juga ada simbol dari VOC, ini menandakan bahwa Gereja Ayam bukan hanya dibangun pada satu masa Pemerintahan saja.
Mimbar di gereja ini berada di Selatan, menurut Pendeta Andriano, hal ini karena mimbar merupakan pusat pemberitaan dan ini merupakan tempat dimana firman Allah diberitakan.
"Jadi firman itu dari Selatan menyampaikan kepada orang yang datang dari Utara. Perhatikan gereja ini, arah mata anginnya utara," jelasnya.
Untuk sebutan ayam, ada beberapa alasan. Pertama, karena di atap gereja terdapat penunjuk atah mata angin dengan simbol ayam bertengger di atasnya.
Kedua, ada makna teologis mengenai penyangkalan seorang murid Yesus bernama Simon Petrus. Ketiga soal filosofi ayam berkokok. "Ayam berkokok itu juga punya filosofi, ayam berkokok itu pasti diwaktu subuh. Ini simbol orang dibangunkan untuk menyembah Tuhan."
(ass/utw)