Ya, gereja All Saints atau disebut Anglikan ini tertutup oleh pagar tinggi menjulang dan rimbunnya pepohonan. Ia juga bebas dari bisingnya arus lalu lintas di Jalan Arif Rahman Hakim.
Gereja sederhana ini dibangun pada 1821 oleh J. Slater, seorang misionaris Baptis. Setahun kemudian, London Missionary Society mengirim misionaris Inggris untuk melanjutkan usaha J.Slater.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uniknya ada dua buah batu nisan di depan pekarangan gereja. Menurutnya, masih banyak batu nisan yang dimasukkan ke dalam tembok. Ia menceritakan jika nisan tersebut dibawa ke sini dari tanah di belakang Kantor Pos Besar pada November 1913.
Satu nisan milik Kapten James Bowen yang gugur di Sambas, sebelah utara Pontianak. Serta sisanya milik Letnan-Kolonel W.Campbell.
Sejarawan Adolf Heuken SJ dalam bukunya 'Gereja-Gereja Tua di Jakarta' menuliskan jika gereja ini bergaya tropical georgian yang menekankan bentuk persegi empat yang panjang, dan pintu utama ditonjolkan dengan portiko yang berpilar.
Gerejanya tidak memiliki tembok luar, hanya tiang batu bata gaya Toskan yang diplester. Di atasnya, masih menggunakan genteng merah bata yang khas Batavia. Serta adanya simbol Salib di puncaknya.
Di foto tahun 1980an, beranda samping gereja masih terbuka. Namun, kini sudah tertutup oleh tembok. Sehingga bangunan ini terkesan rumah persegi empat yang berwarna putih saja.
Di depan gereja dan di sekitar batu nisan, juga tampak sebuah gazebo kayu beratapkan kubah yang terlihat tua. Diperkirakan, kata pria yang sudah bekerja sembilan tahun itu, gazebo dibangun pada 1995 lalu.

(tia/utw)