Di sini tak hanya bertemu pembaca mereka juga berbagi ilmu bagaimana proses kreatif mereka. Dalam salah satu sesi diskusi cerita komedi, salah satu penulis Adhitya Mulya menyebut memulainya dari blog.
"Ceritanya keseharian saja. Pernah mencoba non fiksi tapi ternyata tak terlalu jelas di non fiksi. Situasi hidup orang kan beda-beda, dan hidup saya enggak lucu," kata Adhit tentang bagaimana menghasilkan kisah komedi. "Saya enggak bisa menceritakan kekonyolan teman-teman saya. Takut. Enggak tega juga misalnya bicara soal bapak saya dan kolornya."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Premis itu lalu bisa penulis kembangkan menjadi sinopsis atau ringkasan yang maksimal banyaknya satu lembar kertas. "Dari sinopsis ini, bisa dibuat convergennya," kata Adhit penulis buku laris 'Jomblo' itu.
Salah satu resep yang penting tapi sering dilupakan penulis adalah membuat tabel visualisasi peran. Penulis diharapkan bisa membuat data tentang ciri-ciri fisik dan mental karakter-karakter yang terlibat dalam cerita.
"Saya dulu suka malas membuat tabel ini. Akibatnya mungkin tidak disadari, dalam satu buku saya menggambarkan seorang wanita yang tadinya berambut coklat, di halaman berikutnya jadi warna hitam," kata Adhit disambut tawa pengunjung.
***
Sedikit berbeda dengan Adhit, Ferdiriva Hamzah, dokter mata yang menulis buku 'Catatan Dodol Calon Dokter' ini juga memulai 'karir' penulis dari blog.
"Cuma saya memperlakukan blog sebagai pelepasan dari stres sekolah spesialis yang ampun-ampunan itu," kata Ferdi tentang mengapa dia lebih suka menulis hal-hal yang lucu.
Hanya tak seperti Adhit, Ferdi tak keberatan menulis hal-hal lucu tentang orang-orang sekitarnya. "Yang penting minta izin," kata Ferdi.
Hal yang sama juga dilakukan penulis buku 'Satu per Tiga', Ryandi Rachman. "Hidup saya juga enggak lucu, tapi saya malah lebih banyak menulis tentang kelucuan teman-teman saja," kata Ryan.
"Buat saya lebih penting jangan menulis sesuatu yang kita tidak paham. Sama saja gali lobang sendiri. Lebih banyak cari referensi dan perbanyak observasi," kata Ferdi.
Ferdi memahami penulis pemula seringkali kebanyakan ide dan kurang fokus. "Jangan banyak dibicarakan kalau sedang menulis apa gitu. Apalagi di sosial media. Kalau perlu log out saja dulu," kata Ferdi.
***
Meski mengakui fokusnya menulis mudah dibuyarkan oleh berbagai hal seperti kata Ferdi, Alit Susanto salah satu penulis andalan Bukune mengakui bahwa persoalan mood seringkali jadi ganjalan para penulis.
"Tapi itu sebenarnya cuma alasan. Mau nulis galau karena putus. Pergi ke cafe cari inspirasi, lihat orang pacaran malah makin galau," katanya. Alit mengatakan bahwa saat dia menulis komedi sebenarnya bukan hendak melucu. "Hanya sekadar melihat situasi dalam sudut pandang yang lucu."
Beda lagi cara Stephany Josephine sang penulis 'The Freaky Teppy'. Perempuan yang mulai menulis dari blog ini juga biasa mengail ide lewat menulis dengan cara bertutur.
"Pokoknya kalau saya jujur saja terhadap diri sendiri. Menulis seperti bicara dengan teman. Pembaca itu teman, jadi saya juga enggak beban mau menertawakan diri sendiri," kata Teppy yang juga merasa kesulitan membuat non fiksi.
(utw/utw)