Mendengar kalimat ini, sebagian besar penumpang pesawat pasti diliputi perasaan cemas. Meski lumrah terjadi, berada dalam kondisi cuaca buruk jelas tidak mengenakkan.
Begitu pula dengan yang dirasakan sang pramugari. Suara Laras Kalbu Atayu boleh tenang, tapi hatinya tidak. Dia sama seperti penumpang lain, takut terjadi hal yang tak diinginkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain terus berdoa, hal pertama yang dipikirkan adalah menyiapkan segala sesuatu dalam kondisi darurat. Terutama menyangkut keselamatan semua penumpang.
"Yang dipikiran berdoa saja terus sama kalau terjadi apa-apa, apa yang harus dilakukan pertama kali. Gimana caranya agar semua selamat, terutama pas mau landing (mendarat)," ujarnya.
Lantaran itulah, menjadi pramugari bukan pekerjaan mudah. Harus punya kekuatan mental menghadapi segala risiko dan keadaan berbahaya.
Ayas bercerita, dia punya pengalaman saat seorang ibu dilanda ketakutan luar biasa akibat pilot memutuskan pengalihan pendaratan dari Yogyakarta ke Solo, Jawa Tengah.
"Waktu itu karena cuaca buruk, pilot memutuskan divert (mengalihkan pendaratan) ke Solo. Habis pengumuman itu, ada ibu-ibu nanya sambil ketakutan, 'Mbak, ini enggak akan kenapa-kenapa kan Mbak? Kita pasti selamat kan Mbak?'" katanya.
Merespon pertanyaan tersebut, wanita 23 tahun ini berusaha tersenyum dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja seijin Tuhan yang Maha Kuasa. Si ibu pun berangsur tenang.
"Ibunya sampai megangin tangan aku. Padahal, aku juga rada deg-degan. Tapi, enggak boleh ditunjukkan. Yang penting doa terus-lah dalam hati," ujar Ayas.
(fip/utw)