Riuh Tepuk Tangan Penonton Iringi Pentas Teater Indonesia di FTJ 2013

Festival Teater Jakarta 2013 (6)

Riuh Tepuk Tangan Penonton Iringi Pentas Teater Indonesia di FTJ 2013

- detikHot
Senin, 09 Des 2013 14:57 WIB
Jakarta - Tak banyak pementasan teater yang memiliki penonton penuh di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) selama berlangsungnya Festival Teater Jakarta tahun ini. Hanya segelintir grup teater yang mampu mewujudkan antusiasme penonton.

Salah satunya adalah Teater Indonesia yang berpusat di Kampung Rawa Selatan, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Riuhnya tepuk tangan penonton tiada henti dari usai pentas hingga layar kembali tertutup. Wah!

Ya, dalam FTJ tahun ini mereka memainkan lakon berjudul 'Hijrah' karya sutradara Budi Ketjil. Naskah pun dibuat sendiri olehnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Ide ceritanya tentang situasi dan hati yang tidak nyaman mencari tempat yang lebih baik lagi," katanya usai pementasan kepada detikHOT.

Dari ide itu, para tokoh yang bernama Ragu, Suami, Istri, Datang, dan Bijak bertemu di suatu tempat yang aneh. Sebuah hutan rindang yang penuh dengan buah-buahan dan sumber daya alam lainnya.

Di sana, mereka berdebat mengenai apa tujuan hidup, apa yang diinginkan dari tempat tersebut, serta pertengkaran karakter di tiap pemain.

Sampai pada suatu malam ketika para pendatang itu istirahat, ternyata hutan sudah dimiliki oleh sebuah warga lainnya. Mereka berpakaian putih, suka menyanyi riang gembira, dan memanjakan tamu yang tiba ke tempatnya.



Kampung itu diketuai oleh tokoh bernama Ayah dan Bunda. Serta adanya kekocakan dari Paman Ikhlas dan kehebatan sihir Paman Khadam menambah suasana ramai di atas panggung.

Jamuan demi jamuan lainnya dihadirkan, kebenaran dan kejujuran masa lalu dan kini juga menghiasi tiap adegan.

Totalitas pemain juga terasa di sana, khususnya ketika adegan Piala Lola Dewi sebagai istri memotong rambut aslinya di atas panggung. "Itu sudah masuk ke dalam naskah dan memang dia harus menunjukkan emosi seorang istri yang tak mau diceraikan suaminya," kata Budi.

Meski riuh tepuk tangan penonton dan banyaknya yang memberikan selamat, namun kritik teater tetap ada. Seperti yang dikatakan Malhamang Zamzam.

"Banyak kalimat bijak di tiap dialog. Settingnya mau disebut ekspresionis tapi belum ke sana. Kalau aku sebut itu dekoratif ornamentalik," katanya di sayap kanan Teater Jakarta TIM, Kamis pekan lalu.

Ia pun mengkritisi semua penanda simbol buatan yang ada di atas panggung. "Mungkin seharusnya lakon 'Hijrah' meninggalkan hal-hal yang artifisial itu."

Sedangkan Semi Ikra Anggara lebih terasa kekecewaannya terhadap Teater Indonesia. Jika dilihat dari sejarah panjang grup tersebut sejak 2006 berdiri, lebih banyak memakai lakon bertemakan kritik sosial.

"Saya terasa ditipu. Saat tokoh pertama masuk berbicara mengenai korupsi, saya kira akan eksplorasi ke sana. Apakah ini teknik ilusi untuk penonton yang dipakai Budi?"

Pertanyaan itu disambut tawa dan diiyakan sang sutradara. Teater Indonesia menjadi juara dua kategori grup terbaik setelah Teater Ghanta pada FTJ tahun lalu.
Apakah Teater Indonesia akan mendulang sukses yang sama tahun ini? Kita tunggu pengumumannya 11 Desember mendatang.










(tia/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads