Warga setempat sempat mengajak detikHOT menyambangi sebuah danau dengan latar belakang sejarahnya yang unik.
Danau ini dinamakan demikian karena yang pertama kali di menemukannya adalah pria bernama Haji Buang, asal Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai satu titik, perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki, karena medan yang terjal dan sempit.
Perjalanan kaki ditempuh selama kurang lebih 20 menit. Namun lelahnya menempuh jalanan yang cukup sulit, tak akan terasa berat dengan segarnya udara dan rimbunnya pepohonan disini.
Sesampainya di pondokan milik Sujono,kita akan meminta izin untuk berenang di danau tersebut.
Danau ini memiliki ubur-ubur yang jinak, sama seperti apa yang ditawarkan oleh Danau yang ada di Pulau Kakaban.
Sujono kemudian menjelaskan bagaimana sejarah dari Danau Haji Buang. Dulu ketika masih jaman pendudukan Jepang di Indonesia, seorang perantau asal Jawa hendak bertolak ke Tarakan. Namun ditengah jalan kapalnya karam.
"Kapalnya karam di perairan antara Maratua dan Derawan, akhirnya ia terlantar di pulau ini," ujar Sujono, Juru Kunci di Danau Haji Buang, sekaligus anak dari Haji Buang, pada (25/11/2013).
Haji Buang diadopsi oleh warga sekitar dan menikah dengan penduduk dari Suku Bajou di Pulau Maratua ini. Suku Bajou yang sejak dulu bermukim di pulau ini, konon diceritakan masih merupakan keturunan Filipina.
Pria berusia 55 tahun, menerima kami dengan ramah di pondokannya. Sembari menghisap rokoknya dalam-dalam ia terus berceloteh. Bahkan ia menceritakan bahwa Mira Lesmana dan Nicolas Saputra juga pernah mampir ketempatnya.
Di pondokannya yang sederhana, tak banyak benda bertebaran. Pondokan ini sendiri ia fungsikan untuk beristirahat kala lelah bekerja.
Setiap pukul lima sore ia akan pulang ke rumahnya, di wilayah pemukiman yang lebih ramai. Dalam sela obrolan, ia juga menyuguhkan kami kelapa muda yang baru dipetik dari pohon.

Selepas meninggalkan rumah sang kuncen, kami bergerak melanjutkan perjalanan ke danaunya. Hamparan danau dengan warna air yang hijau yang selaras dengan hutan disekitar menyapa kami.
Tak ada satu pun orang lain yang ada disini selain kami. Suasana hening dan hijau, menemani perjalanan kami ke tengah danau dengan sekoci.
DetikHOT sempat berenang sebentar ketika seseorang menegur dan mengatakan ada baiknya tak sembarangan karena daerah itu jarang dihampiri orang.
Namun kami berani berenang karena sudah mendapat izin dari Sujono sebagai keturunan langsung. Belum lagi hasrat untuk masuk ke air kami rasakan begitu besar.
"Tapi kalau memang ada perasaan ingin sangat untuk masuk ke air biasanya memang ada yang mengundang," kata penduduk setempat tanpa menjelaskan lebih lanjut siapa makhluk yang mengundang orang untuk turun ke danau itu .
(ass/utw)