“Tahun lalu saya juga ikut pameran SSIA. Tiap kali pameran mau yang berbeda. Makanya aku mau melukis tentang anakku. Kalau ‘Barong’ itu menurutku lucu dan gemesin saja,” katanya kepada detikHOT di Galeri 678 Jalan Kemang Selatan Raya, Jakarta Selatan.
Bagi Kartika, bakat melukis yang didapatkannya tak hanya keturunan dari ayahnya saja. Tapi secara kebetulan ia juga sangat ingin jadi pelukis sejak kecil. “Anakku sendiri ada 8, tapi hanya satu yang fokus melukis.”
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tapi mamiku bisa melukis. Ia berhasil jadi seniman dan menjadi istri Papi. Kalau begitu gimana, yang terpenting kan ada bakat dan kemauan untuk belajar,” ujar Kartika.

Wanita kelahiran 27 November 1934 ini juga mengatakan melukis itu bisa di mana-mana, tak hanya di rumahnya yang terletak di kaki Gunung Merapi. Tapi juga di pasar, pantai, dan sebagainya.
Di rumahnya, Kartika sedang menyiapkan sebuah museum khusus bagi karya-karyanya. Ia juga memiliki satu studio yang berisi lukisan penderita skizofrenia dan autisme. “Lukisan itu tidak untuk dijual,” ujar Kartika.
Ke depannya, jika ia masih diberikan kesehatan, Kartika akan tetap mengikuti pameran pertukaran budaya antara kedua negara. Meski tahun depan lokasinya di Jepang, tapi Kartika tetap ingin berpartisipasi.
“Tapi enggak harus soal Indonesia terus. Misalnya kalau kita ke Cina, apakah harus melukis tentang kuil atau klenteng di sana. Enggak kan, apa saja objeknya, dan gaya ciri khas kita itu yang lebih penting ditonjolkan,” ujarnya.
Lukisan Kartika Affandi juga banyak dipajang di Museum Affandi. Di antaranya ‘Apa yang Harus Kuperbuat’ (Januari 1999), ‘Apa Salahku? Mengapa Ini Harus Terjadi’ (Februari 1999), ‘Tidak Adil’ (Juni 1999), ‘Kembali pada Realita Kehidupan. Semuanya Kuserahkan Kepada-Nya’ (Juli 1999).

(utw/utw)