Dua orang pria berpakaian kostum putih masuk ke tengahnya, tubuh mereka terlihat gemetar. Lama-lama pembacaan mantra bertambah keras, mereka pun menari dengan gerakan tanpa arah.
Saking kerasnya mantra, gerakan penari pun terhentak. Tak hanya ada dua orang di sana, namun bertambah menjadi enam penari. Mereka menggeliat dan seperti kerasukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan mahasiswi jurusan Seni Tari ini mengkombinasikan tarian tradisional dengan kontemporer. Serta memasukkan adegan dalam tiap babaknya.
Vera menceritakan bagaimana asal muasal ide membuat tarian yang dinamainya Ghentak ini. Di daerah asalnya Riau, masih banyak warga yang percaya dengan ritual pemanggilan roh leluhur ini, khususnya ketika ada sanak keluarga yang sakit.

"Sayangnya banyak anak muda Riau yang sudah pakai gadget dan banyak keluarga yang sudah meninggalkan ini. Tapi justru ini adalah wajahnya budaya Riau," ujarnya.
Tarian pemanggilan roh ini, kata dia, biasanya dilakukan terhadap warga yang sakit keras maupun yang diganggu makhluk halus. "Jadi mengeluarkan roh di tubuh si pasien."
Tari Ghentak terinspirasi dari upacara pengobatan Bulian masyarakat Talang Mamak untuk melakukan proses pengobatan dalam bentuk upacara ritual. Vera sengaja membuatnya dengan hentakan kuat, dan memakaikan dua buah gelang kaki di setiap penarinya.
"Saya gunakan bahan khusus untuk membuatnya. Biar terdengar menghentak ketika ada di atas panggung bagi penari dan kumantan," ujar Vera.
Vera bersama kawan-kawan yang berasal dari Riau, pada 24 September 2008 silam membuat komunitasnya dengan nama Vera Siak Dance Company di Siak, Sri Indrapura, Riau. Kelompok tari ini berisi mahasiswa dan mahasiswi asli Riau yang bersekolah dan domisili di Yogyakarta.
Mereka sudah mengikuti berbagai festival tanah air seperti World Dance Day di Solo tahun 2011 membawakan karya tari modern di Jogja Electric Centre. Pada 2012 lalu, membawakan Gawai Dayak di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sedangkan nama Vera sendiri sudah meluas ke tingkat internasional. Di antaranya, ia pernah mengikuti 24 jam menari di Solo mewakili Malaysia (2012), Muhibah Seni di Vatican-Roma (2012), Festival Melayu se Asia Tenggara di Padang Panjang (2012).
Tak hanya itu saja, meski usianya terbilang muda tapi Vera sudah membuat banyak kreasi seni tari kontemporer. Karya tarinya berjudul 'Belau' (2010), 'Lap Sirih' (2011), 'Mengacau Kelamai (2012), 'Besaghung' (2013).
Setelah menciptakan tarian kontemporer Tari Genthak ini, Vera akan membuat kombinasi tari tradisional lainnya. "Belum tahu apa, tapi tetap saya akan mengambil dari daerah-daerah yang seni tarinya belum banyak diketahui masyarakat luas dan yang mengalami pengurangan kultur serta tradisinya," ujarnya.
(utw/utw)