Tak ada lirik lagu di sana, namun wanita yang akrab disapa Ritha itu berdendang sebuah kata 'Bahtera'. "Lagu Bahtera selalu menjadi pembuka di awal pentas saya," kata Irwansyah Harahap, pendiri Suarasama kepada detikHOT di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Minggu (13/10/2013) lalu.
Lagu ini memiliki nuansa tradisi qawwali dan musik sufi dari Pakistan. Irwansyah membuatnya ketika ia baru pulang dari Amerika pada 1995 silam. Dia mempelajarinya dari Nusrat Fateh Ali Khan, seorang maestro musik sufi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti lagu 'Dukkha' memakai tradisi musik Eropa Timur dan memanfaatkan pola dasar ritme. Serta tradisi gondang sambilan suku Mandailing asli Sumatera Utara. "Timeline juga memakai petikan saz-gitar asal Turki yang disebut baghlama," ujarnya.
***
Kelompok musik yang didirikan oleh pasangan pemusik seni kontemporer tersebut sudah berjalan selama 18 tahun. Irwansyah menjelaskan gagasan bermusik karya Suarasama selalu berhubungan dengan humanisme, alam, dan spiritualisme.
"Saya sebagai peneliti musik, tertarik kepada tiga hal itu, khususnya dari spiritualisme. Lirik saya ikut terpengaruh," kata Irwansyah.
Seperti lagu berjudul 'Lebah' yang ia nyanyikan di pentas musik dan tari tingkat internasional 'Art Summit Indonesia' ke 7 tahun ini.
"Suatu hari saya didatangi peternak lebah, saat itu masih di Amerika, ia menantang saya dan bilang bisa enggak buat lagu judulnya lebah," kenangnya.

Ia menyanggupinya. Namun bingung harus mencari inspirasi dari mana. Kemudian, Irwansyah membuka Al Qur'an dan menemunkan sebuah ayat di QS. An Nahl mengenai pekerjaan lebah.
"Pesannya lebah saja bisa membangun kerja sama yang baik, ini manusia sebetulnya juga bisa. Jadi kami lebih berbicara mengenai ukhuwah atau hubungan sesama manusia," katanya.
***
Nama Suarasama itu tersendiri dipilih oleh Ritha menjadi sebutan yang pas bagi mereka. Kata 'suara' berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya melodi atau pendapat. Serta 'sama' dari bahasa Arab yang artinya mendengar.
"Di tahun usia kami yang sudah belasan ini, sebenarnya kami bermaksud ingin bermusik menjadi jembatan untuk melatih kesadaran kita. Melalui mendengar," ujarnya.
Mereka selalu melakukan dua pendekatan dalam setiap pertunjukkannya. Di antaranya musik kontemporer dengan pendekatan musik dunia. Kedua, musik dan tari tradisional Sumatera Utara.
"Tren musik kami memang world music. Enggak semua musisi di Indonesia menggunakannya. Tapi di luar Indonesia, musik ini juga disebut world fusion, artinya menggabungkan segala tradisi seluruh dunia dalam satu genre musik," kata Irwansyah.
Hingga kini, Suarasama sudah membuat empat buah album. Di antaranya, Fajar di Atas Awan (1998), Rites of Passages (2002), Lebah (2008), dan Timeline (2013).
Irwansyah Harahap dan kelompok musik Suarasama-nya sudah melakukan pentas ke berbagai festival musik di Asia dan Eropa. Ia juga melakukan penelitian mengenai musik Batak dan telah memberikan lokakarya mengenai komposisi musik. Beberapa sudah diterbitkan dalam bentuk buku dan jurnal.

(utw/utw)