Menjadi Dubber, Bebas Menangis, Marah-marah dan Tertawa Sendirian

Cerita Di Balik Suara Para Dubber (1)

Menjadi Dubber, Bebas Menangis, Marah-marah dan Tertawa Sendirian

- detikHot
Rabu, 23 Okt 2013 10:41 WIB
Jumali Jindra, seorang dubber (Firda Puri Agustine/detikHOT)
Jakarta - Siapa sih orang yang menyuarakan tokoh film kartun macam Spongebob Squarepants dan sahabatnya Patrick Star dalam versi Indonesia? Siapa pula yang mengisi suara si anjing lucu Scooby Doo atau menggantikan suara Shah Rukh Khan setelah disulihsuarakan?

Mungkin banyak penonton yang mengabaikannya. Sekadar menikmati hiburan tanpa perlu peduli suara siapa yang berbicara dalam bahasa Indonesia saat film diputar. Padahal peran para dubber atawa pengisi suara ini tak main-main.

Mereka wajib memiliki bakat-bakat tertentu untuk menjadi pengisi suara. Karena meski orang mungkin menerima karya mereka sebagai satu paket dengan program hiburan, ketika suara mereka melenceng dari peran, bisa-bisa penonton protes. Minimal menggerutu karena merasa tak nyaman dengan tontonan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peran para pengisi suara sebenarnya juga lebih luas dari sekadar dalam film. Suara mereka juga seringkali digunakan untuk berbagai iklan komersial. Nah, bagaimana kisah unik diseputar profesi para dubber ini. Simak laporan detikHOT berikut ini.

***

Menjadi pengisi suara alias dubber tidaklah semudah yang dibayangkan banyak orang. Diperlukan penghayatan layaknya sedang bermain drama.

Yohanes Wibowo, 35 tahun, punya pengalaman lucu karena terlalu menghayati peran yang disuarakan. Dia pernah menangis tersedu-sedu karena terbawa peran. Untung saat itu hanya sendirian di studio.

"Nangis ya nangis beneran di studio. Udahannya saya ketawa sendiri ngapain sampai nangis sih. Kalau ada teman-teman saya bisa ditertawakan juga," kata pria yang akrab disapa Anes ini saat ditemui di sebuah studio dubbing di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pekan lalu.

Tak hanya menangis, sering juga ia terbawa karakter dalam kehidupan nyata, sehingga suaranya bisa tiba-tiba berubah. Kalau sudah begitu, hanya ada candaan dari kawan.

Paling sering terjadi dan cukup mengganggu adalah saat Anes tiba-tiba mengalami cegukan. Sedang fokus mengisi suara, lalu cegukan, tentu harus mengulang lagi dari awal.

"Saya tuh paling sering cegukan. Makan pedas sedikit cegukan. Jadi, sudah ditengah-tengah lagi asyik ngisi suara, eh cegukan. Biasanya diketawain dan diulang lagi," ujarnya.

Bagi pria lajang ini, menjadi dubber lebih banyak pengalaman menyenangkan. Di studio bisa bersenda gurau dan menambah banyak teman.

"Apalagi, mengisi suara tokoh-tokoh yang dikenal banyak orang. Itu membanggakan dan menyenangkan," kata Anes yang pernah mengisi sejumlah karakter seperti di telenovela 'Paula dan Paulina' sebagai kekasih Paula, 'Por tu Amor' sebagai Sebastian, karakter film kartun Disney, film box office, voice over iklan, dan lain-lain.

***



Pengalaman menyenangkan juga dirasakan dubber senior Jumali Jindra, 48 tahun. Pengisi suara Shaggy dalam film Scoby Doo dan Squidward, si teman gurita Spongebob Squarepants, itu sering iseng dan dikerjai teman-teman saat mengisi suara di studio.

"Kalau lagi rame itu bisa seru banget. Nanti ada yang rebutan mic-lah, godain teman yang latah, atau pas serius digangguin jadi ketawa. Macam-macam," kata Jumali.

Selama lebih dari 20 tahun menjadi pengisi suara, ia selalu menikmati pekerjaannya tersebut. Hampir tidak ada duka yang terasa karena semua dijalani secara ikhlas.

Namun demikian, ada saja kesalahan teknis yang kerap terjadi. Terutama jika suara yang diisi tidak sinkron dengan gerak gambar di depan layar. Biasanya, terjadi pengulangan berkali-kali.

"Kesalahan pasti ada-lah sampai sekarang juga. Dialog banyak, enggak sempat lihat gambar, biasanya enggak pas juga antara suara sama gerak mulut," ujarnya.













(utw/utw)

Hide Ads