Saat itu, usai pulang ke Indonesia dan mendapatkan beasiswa residensi belajar seni tari klasik Noh (Hagoromo), Didik harus mementaskan hasil kreasinya sendiri.
Tarian Noh berjudul Hagoromo, kata dia, memiliki kemiripan kisah dengan legenda selendang Nawang Wulan yang dicuri oleh Jaka Tarub. Namun bedanya, di kisah Hagoromo, selendang atau jubah sang bidadari dicuri oleh pemancing di sungai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada akhirnya, jubah dikembalikan asalkan ia menari tarian langit-langit. "Nah, cerita ini mirip-mirip, saya berpikir ingin di bagian mana dimasukkan Noh," katanya.
Akhirnya, Didik menciptakan kolaborasi tarian Noh dengan campuran budaya Jawa. Ia memakai kisah utama dari legenda Nawang Wulan dan Jaka Tarub. Ketika selendangnya dikembalikan, ia selaku koreografer pementasan sekaligus penari memasukkan unsur alat musik Gending Jawa.
"Vokal saya juga langsung menari ke Noh. Saya memakai unsur-unsur gerakan dasar tarian Noh. Saat itu langsung masuk ke Noh dan katanya memang 'pas' sekali," katanya.
Usai pementasan, para warga dan seniman Jepang yang menontonnya memuji pentas Didik. Pentas kolaborasi tersebut dilakukannya dua kali di Jakarta.
Didik menceritakan meski awalnya ia tertarik dengan seni tarian Kabuki, yang lebih populer dari Noh. Namun ternyata mempelajari Noh memiliki keunikan tersendiri dan sama saja sulitnya.
"Awalnya memang tertarik dengan kabuki saja, tapi setelah belajar Noh, saya sampai jatuh hati," kata Didik.
Seni Kabuki yang lebih bersifat hiburan, berbeda halnya dengan tarian Noh yang berasal dari tarian kuil yang penuh sakral.
"Kalau pemain di Noh, harus memakai topeng, kalau Kabuki itu pakai make up tebal warna putih. Itu cara membedakan yang paling simpel," ujar Didik.
Ke depannya, Didik bersama pemain Teater Noh di Jepang akan kembali membuat proyek kolaborasi. Ia sudah membicarakannya dengan Matsui Akira, pemain Teater Noh yang sudah belajar sejak usia 7 tahun.
Serta kepada Richard Emmet, gurunya ketika belajar Noh di Jepang. Ia adalah penabuh perkusi yang sudah mendalami drama Noh klasik sejak 1973 lalu.
Emmet juga adalah pemegang sertifikat instruktur dari Institute Noh Kita dan bekonsentrasi pada seni musik Noh. Ia juga menjadi profesor di Universitas Musashino, Tokyo.
"Tahun depan mudah-mudahan, sekarang masih dikembangkan. Saya mau ajak Akira Matsui dan Profesor Emmet. Doakan saja," kata lulusan seni tari ASTI Yogyakarta ini.
(utw/utw)