Pak Nur, Merasa Kaya Dengan Berbagi Ilmu Lewat Grafiti

Embrio, Pameran Arsip Seni Rupa Indonesia (6)

Pak Nur, Merasa Kaya Dengan Berbagi Ilmu Lewat Grafiti

- detikHot
Rabu, 16 Okt 2013 16:26 WIB
(Astrid Septriana/detikHOT)
Jakarta - Malu rasanya bertatap muka dengan sosok Pak Nur, 59 tahun. Sehari-harinya ia memungut sampah dan menjualnya, sebutlah ia seorang pemulung. Dengan pendapatannya yang bisa dikata hanya seadanya, ia pun tinggal beratapkan jalan tol di bilangan Tb. Simatupang, Jakarta Selatan, sejak tahun 2004.

Namun entah, nampaknya rumus rumit kapitalisme tak mengungkung kreatifitasnya. Pak Nur merelakan Rp. 40 ribu dari pendapatannya untuk membeli sekaleng cat.

"Pertama kali membuat karya dari cat minyak, dari uang hasil mulung, beli cat Rp. 40 ribu. Dikumpulin warnanya, kalau sudah cukup ya mulai dibuat," ujarnya kepada detikHOT (14/10/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini kesenangan saya, kalau ada orang kasih saya terima. Tapi kalau saya butuh warna tertentu, enggak bisa nunggu dikasih orang." Ya, pria bersahaja, suka mengobrol, juga berjalan bebas tanpa alas kaki ini juga merupakan seniman jalanan.



Bila Anda melintasi kawasan flyover Tb. Simatupang. Mungkin Anda pernah melihat tulisan seperti 'Berani Jujur Hebat', 'Harus Berani Dewasa! Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab', 'Mengeruk Uang Haram!' dan lainnya. Dialah sosok dibalik tulisan-tulisan itu.

Ini adalah aksi protesnya akan korupsi, penyelewengan, ketidakadilan, juga diskriminasi yang dilakukan oknum Negara. Kata-kata bijak yang ia telurkan lewat grafiti di tembok ruang publik ini murni reaksinya atas sebuah kabar panas yang tengah terjadi di Indonesia.

"Awalnya baca berita, kadang ada yang bikin menggelitik. Lihat nih, besok saya buat tulisannya, ha..ha..ha..!" Berita yang ia dapatkan pun, bukan karena berlangganan koran atau rajin menonton berita di televisi, tetap ia merupakan pemulung. "Korannya kadang nemu, kadang melihat dari tukang dagang koran."

***

Mungkin bagi para pemangku gelar sarjana, ada seribu satu upaya yang bisa dilakukan demi mencapai masyarakat yang lebih baik.

Namun, dalam kesederhanannya, menuangkan kata di tembok ruang publik adalah upaya Pak Nur untuk mencerdaskan bangsa. "Ini untuk mencerdaskan bangsa, tukang pangsit, penumpang bis, bisa melihat dan jadi terbuka pikirannya," kata Pak Nur.

Sebelum berani menjajal media tembok, Pak Nur menorehkan aspirasinya lewat gambar dan tulisan di gerobaknya. Inspirasi tulisan-tulisan protesnya, ia akui datang dari renungan seusai membaca berita. "Saya kadang merenung, gimana sih di Indonesia enggak ada manusia yang ksatria. Perut melulu yang diurusin!"

Ya iya pun membuktikan ini, tumpukan rupiah yang tak seberapa bagi para karyawan kantoran, tak ia timbun untuk membangun rumah yang layak atau membeli sepeda tua.

Baginya bukan materi yang terpenting, namun ilmu. "Ya beginilah nasib saya enggak beruntung secara materi, tapi secara ilmu saya kaya, ha..ha..ha..," ujarnya sembari tertawa lepas.

Karya terbaru Pak Nur pun bisa dilihat dalam pameran bertajuk Embrio, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Ia digandeng oleh organisasi Indonesia Street Art Database (ISAD), untuk turut serta mempresentasikan karya dalam pameran arsip dan dokumentasi seni rupa Indonesia.



(utw/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads