Akhir pekan lalu, Majalah Sunday Times meringkas kelanjutan kisah dari buku yang diberi judul "Bridget Jones: Mad About the Boy.' Sang penulis, Helen Fielding membuat tiga perbedaan di dalamnya.
Di antaranya, Jones sudah berusia di atas 50 tahun, ia memiliki dua orang anak bernama Billy, Mabel, dan punya kekasih berusia 30 tahun. Serta tokoh Darcy sudah meninggal dunia tanpa ada keterangan apa penyebabnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggemar lainnya Anne Robinson juga berkicau, "Mark Darcy meninggal dunia. Jones menjadi janda. Ini kisah yang terlalu berlebihan."
Sebelumnya, buku pertama Hielding diterbitkan pada 1996 lalu. Seri keduanya Bridget Jones: The Edge of Reason diluncurkan tiga tahun berikutnya.
Pada tahun 2001, muncul versi filmnya yang diperankan oleh Renee Zellweger, dan Darcy oleh aktor Inggris Colin Firth. Lantaran perannya ini, Zellweger dinominasikan meraih Piala Oscar.
Dua minggu menjelang peluncuran novel ketiga Hielding, kritik keras masih terus berdatangan. Salah satunya dari Profesor Sastra di University College of London, John Sutherland ikut berkomentar.
Menurutnya, seharusnya karya-karya klasik yang pernah bestseller seperti karya 'Pride and Prejudice' lebih baik berakhir bahagia. "Mereka sudah menunggu sekian lama untuk kelanjutan ceritanya."
"Mungkin dia (Hielding) ingin kembali pada tren yang sedang berkembang dari waktu ke waktu dengan istilah keluarga urban. Di mana pada era itu lingkaran teman dekat menggantikan hubungan," katanya.
Sutherland menilai ada efek dramatis yang ingin ditampilkan Hielding dengan kematian Darcy. Serta ia ingin menekankan dengan membuat tokoh Bridget janda bukanlah akhir dari segalanya, termasuk cara mendapatkan keuntungan dari buku-bukunya.
"Meski ia (Hielding) terasa bermain bahaya dengan karakter ini tapi kita bisa menemukan ada peran unik seperti Conan Doyle di Sherlock Holmes dan Dickens dengan Gant-nya," ujar Sutherland.
(utw/utw)