Harimau-harimau Raden Saleh di Galeri Nasional

Harimau-harimau Raden Saleh di Galeri Nasional

- detikHot
Senin, 04 Jun 2012 16:40 WIB
Jakarta - Seorang lelaki berjalan gontai bersama seekor kambing menyusuri jalan setapak di sebuah padang. Di sisinya seekor kuda putih yang dinaiki seorang perempuan, mungkin istrinya, yang tengah mengendong anak. Mereka tampak sebagai sebuah keluarga yang bahagia. Mereka tidak tahu bahwa di balik rimbun semak yang sebentar lagi mereka lewati, dua sekor harimau telah menunggu, mengintai, siap menerkam!

Pemandangan yang dramatis dan mencekam itu merupakan lukisan cat minyak di atas kanvas berangka tahun penciptaan 1849 karya Raden Saleh. Lukisan itu berjudul 'Mengintai'. Karya-karya pelopor seni lukis modern Indonesia itu kini sedang dipamerkan di Galeri Nasional. Sejarawan seni asal Jerman Werner Kraus atas Kedutaan Besar Jerman dan Goethe Institut Jakarta mengumpulkan lukisan-lukisan tersebut dari para kolektor dan lembaga negara.

Inilah untuk pertama kalinya Raden Saleh berpameran di negaranya sendiri. Artinya, ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menyaksikan karya-karya sang maestro, yang selama ini mungkin hanya dikenal luas lewat lukisan berjudul 'Penangkapan Diponegoro'. Meskipun pameran yang dibuka oleh Wakil Presiden Boediono, Sabtu (2/6/2012) malam lalu itu tentu saja tak menghadirkan lukisan Raden Saleh secara lengkap, namun itu tak mengurangi arti pentingnya sebagai perkenalan 'awal' terhadap sang seniman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Werner Kraus berhasil mengumpulkan sekitar 40 lukisan cat minyak dan sketsa karya Raden Saleh. Sebagian besar dipinjam dari kolektor pribadi, misalnya lukisan berjudul 'Potret Raden Ayu Muning Kasari' (1857). Lukisan tersebut milik Oei Hong Djin, kolektor lukisan dari Magelang yang punya museum sendiri di belakang rumahnya. Sedangkan lukisan 'Harimau Minum' adalah koleksi milik Istana Bogor. Sementara, lukisan 'Berburu Banteng' didatangkan dari Yogyakarta. Raden Saleh memang banyak melukis binatang, khususnya harimau.

Setiap lukisan yang dipamerkan di Galeri Nasional seolah mengundang diskusi panjang dari orang-orang yang menyaksikannya. Sebab, setiap lukisan itu memang mempunyai cerita yang juga panjang. Lukisan paling terkenal 'Penangkapan Diponegoro' misalnya, selama 100 tahun lebih menjadi milik Kerajaan Belanda. Lukisan berukuran 112 x 178 cm itu diselesaikan pada 1857, dan Saleh mempersembahkannya kepada Raja Willem III di Den Haag. Lukisan itu baru berhasil dipulangkan ke Tanah Air pada 1978.

Karena faktor usia, lukisan-lukisan Raden Saleh sudah banyak yang rusak. Sejumlah lukisan yang dipamerkan telah melalui proses restorasi dan konservasi. Warna-warnanya pun sudah kusam, meskipun kesan agung dan magis masih tetap terpancar dari lukisan-lukisan yang merekam pemandangan, binatang dan potret diri tokoh-tokoh besar itu. Beberapa lukisan tampak misterius, seperti lukisan 'Orang Badui dengan Kuda Mati' (1843).

Lukisan itu memperlihatkan seorang pria keturunan Arab yang terduduk di tepi jalan, meratapi kudanya yang mati. Pada kanvas yang lain, lagi-lagi kita akan bertemu dengan harimau, misalnya lewat lukisan berjudul 'Pemburu Diserang Harimau' (1847). Singa juga menjadi binatang favorit Raden Saleh. Lihat saja lukisan-lukisan berjudul 'Memburu Singa' (1840), 'Kuda Diterkam Singa' (1842), 'Singa Memamerkan Taringnya' (1838) dan dua versi berbeda lukisan berjudul sama, 'Penunggang Kuda Arab Diterkam Singa' (1844).

Raden Saleh lahir di Semarang, Mei 1811. Leluhurnya masih keturunan Arab dari Hadramaut, Yaman Selatan. Pada usia 9 tahun Saleh belajar melukis di Bogor. Atas rujukan dari gurunya, pelukis Belgia Antoine Auguste Joseph Payen, Saleh menjadi pegawai magang di kantor Residen Priangan di Cianjur sambil terus belajar melukis. Hingga, pada Maret 1829 ia pergi ke Belanda. Di Belanda dia jadi anak negara, hidup dan pendidikannya dibiayai.

Selanjutnya, Saleh tak hanya menetap di Belanda tapi juga bolak-balik ke Jerman dan Prancis. Ada masa ketika hati Saleh tertambat di Dresden, Jerman hingga akhirnya kembali lagi ke Belanda sebelum kemudian pulang ke Tanah Air pada 1852. Raden Saleh meninggal pada 23 April 1880. Makamnya ditemukan pada 1923 dan dipugar dua kali, masing-masing pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan pada 2006 lalu atas prakarsa Galeri Nasional.

Pada 2010 Pesiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan Bintang Maha Putra kepadanya. Karena Raden Saleh tak punya anak, maka penghargaan itu diberikankepada Walikota Semarang. Pameran di Galeri Nasional berlangsung hingga 17 Juni 2012.

(mmu/mmu)

Hide Ads